kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mahathir: Orang Melayu terus-terusan miskin karena malas bekerja


Senin, 09 September 2019 / 11:05 WIB
Mahathir: Orang Melayu terus-terusan miskin karena malas bekerja


Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Hanya beberapa hari sebelum kampanye besar yang diselenggarakan oleh partai-partai oposisi berbasis agama dan ras Malaysia, Perdana Menteri Mahathir Mohamad meluncurkan kritik keras terhadap etnis  Melayu di negara tersebut.

Mahathir menyebut orang-orang suku Melayu terus-terusan miskin karena tak mau bekerja keras. Ia pun mengkritik sifat warga Melayu yang malah menyalahkan etnis lain karena kesuksesan mereka.

Baca Juga: Gerakan boikot produk non-Muslim di Malaysia bisa jadi bom waktu

Dalam sebuah postingan blog yang dikutip South China Morning Post, Mahathir mengatakan orang Melayu yang merupakan etnis mayoritas di Malaysia masih malas untuk bekerja.

“Orang Melayu harus menyadari apa yang terjadi pada mereka. Sayangnya, mereka belum sadar. Orang asing telah membanjiri negara kita. Tujuh juta orang asing ada di sini. Mereka bekerja. Apa yang akan terjadi pada orang Melayu?” Tulis Mahathir dalam blognya. 

Populasi Malaysia sendiri adalah sekitar 31 juta penduduk.

Mahathir, yang juga menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 1981 hingga 2003, telah lama mencerca kurangnya dorongan bagi masyarakat Melayu untuk bekerja keras. 

Baca Juga: Mahathir: Protes di Hong Kong menunjukkan keterbatasan satu negara dengan dua sistem

Selama masa jabatan pertamanya sebagai perdana menteri, ia mendorong industrialisasi negara dan dengan giat mempromosikan kebijakan afirmatif berbasis ras yang bertujuan mengurangi ketidaksetaraan sosial ekonomi antara orang Melayu dan ras lain di Malaysia, yang mencakup etnis China dan India.

“Nasib kami ada di tangan kami sendiri. Marah dengan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah kita. Karena [Melayu] tidak mau bekerja keras, untuk menjalankan bisnis dengan serius, mereka tetap miskin," tulis Mahathir.

Pernyataan Mahathir datang di tengah meningkatnya ketegangan rasial atas isu-isu yang dianggap sebagai bias pro-Islam dalam pendidikan publik, kehadiran seorang pengkhotbah Muslim India yang kontroversial, dan kampanye untuk memboikot produk-produk 'non-Muslim' oleh kelompok media sosial yang telah mengumpulkan ratusan ribu anggota.

Sementara orang non-Melayu menuduh pemerintah menjadi calo bagi pemilih Melayu, orang Melayu mempertanyakan apakah mereka dapat terus melindungi hak-hak istimewa mereka, yang diabadikan dalam konstitusi.

Baca Juga: Hong Kong mencekam: Aksi unjuk rasa damai berubah jadi rusuh, stasiun MTR dibakar

“Pernyataannya dibuat untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada etnis Tionghoa tentang posisi lemah orang Melayu dalam perekonomian, dan untuk mengirim pesan bahwa kemampuan orang Melayu untuk memboikot orang lain masih terbatas karena mereka bergantung pada etnis lain ketika berbicara soal ekonomi, ”kata ilmuwan politik Awang Azman dari Institut Studi Melayu Universitas Malaya.

Para pemimpin pemerintah - termasuk Mahathir dan wakil perdana menteri Wan Azizah Wan Ismail - telah mendesak warga Malaysia untuk mengabaikan semua seruan untuk boikot berbasis ras dan berfokus pada mendukung bisnis lokal.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×