kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengenal Sudah Selatan, negara termiskin di dunia yang baru berusia 9 tahun


Senin, 07 September 2020 / 09:49 WIB
Mengenal Sudah Selatan, negara termiskin di dunia yang baru berusia 9 tahun
ILUSTRASI. Seorang pria mengibarkan bendera nasional Sudan Selatan saat menghadiri perayaan Hari Kemerdekaan di ibu kota Juba, 9 Juli 2011. Puluhan ribu orang Sudan Selatan menari dan bersorak saat negara baru mereka secara resmi mendeklarasikan kemerdekaannya, pemi


Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan laporan dari International Monetary Fund World Economic Outlook sampai akhir tahun 2019 lalu, Sudan Selatan menjadi negara dengan PDB per kapita terendah di dunia dengan $243. Angka tersebut sudah cukup untuk menjadikan Sudan Selatan sebagai negara termiskin di dunia saat ini.

Lama berkonflik, negara ini akhirnya sanggup memerdekakan diri dari Sudan pada tahun 2011 lalu. Dengan ini Sudan Selatan juga menjadi salah satu negara termuda di dunia.

Awal kemerdekaan

Sudah Selatan memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2011 melalui referendum. Pada tanggl 9 sampai 11 Januari 2011, referendum dilakukan untuk menentukan apakah Sudan Selatan harus menjadi negara merdeka dan terpisah dari Sudan. Hasilnya cukup telak, 98,83% populasi memilih kemerdekaan.

Dikutip dari BBC, Sudan Selatan resmi merdeka dari Sudan pada 9 Juli 2011. Meskipun begitu, perselisihan antar kedua negara ini masih tetap terjadi, termasuk pembagian pendapatan minyak, karena 75% dari semua cadangan minyak bekas Sudan berada di Sudan Selatan.

Sejak tanggal 14 Juli 2019, Sudan Selatan resmi menjadi anggota ke-193 dari PBB, dan pada 27 Juli 2011, Sudan Selatan resmi menjadi negara ke-54 yang bergabung dengan Uni Afrika.

Baca Juga: Miris, 463 juta anak di dunia tidak bisa mengikuti sekolah secara online

Wilayah ada di selatan Sudan ini telah mengungkapkan keinginannya untuk merdeka sejak lama. 

"Stabilitas di selatan sangat penting bagi kami karena ketidakstabilan di selatan akan berdampak di utara. Wilayah selatan mengalami banyak masalah, sudah berperang sejak 1959. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghidupi warganya atau menciptakan negara atau otoritas," ungkap Presiden Sudan Omar Al-Bashir terkait kemungkinan adanya referendum, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Kampanye nasional dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mengatasi masalah potensi bentrokan menjelang referendum. Pada akhirnya proses referendum berlangsung dengan damai.

Presiden Al-Bashir menyatakan bahwa hubungan persatuan dan sosial antara wilayah utara dan selatan akan tetap terjalin meskipun telah memiliki pemerintahan yang berbeda.

Baca Juga: Daftar 5 Negara termiskin di dunia tahun 2020, semua ada di benua Afrika

Pemerintahan

Sejak resmi merdeka pada tahun 2009 lalu, Sudan Selatan dipimpin oleh Presiden Salva Kiir Mayardit, ia juga yang mengesahkan konstitusi baru untuk menggantikan konstitusi lama yang telah berlaku sejak 2005.

Konstitusi ini menetapkan sistem pemerintahan presidensial yang dipimpin oleh seorang presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, sekaligus panglima angkatan beresenjata.

Sang presiden juga membentuk Badan Legislatif Nasional yang terdiri dari dua majelis, yakni Majelis Legislatif Nasional yang dipilih langsung, dan Dewan Negara yang merupakan perwakilan negara bagian.

Baca Juga: Chearavanont Brothers, pengusaha pakan ternak orang terkaya di Thailand

Geografi dan demografi

Sudan Selatan memiliki wilayah seluas 619,745 km2, diapit oleh Sudan di utara, Ethiopia di timur, Uganda di selatan, dan Republik Afrika Tengah di barat. Negara ini tidak memiliki garis pantai dan wilayah laut sama sekali. Ibu kotanya terletak di kota Juba, yang juga merupakan kota terbesar di Sudan Selatan.

Populasi di Sudan pada sensus tahun 2019 berjumlah sekitar 12.778.250 jiwa dari beberapa etnis yang berbeda, seperti Nuer, Bari, Azande, dan Shilluk.

Untuk bahasa, Sudan Selatan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya. Sementara itu, ada sekitar 60 bahasa asli yang digunakan oleh penduduknya di seluruh negeri.

Baca Juga: Setelah 18 tahun merdeka dari Indonesia, begini kondisi ekonomi Timor Leste

Mayoritas penduduknya beragama Kristen (60,5%), diikuti Katolik (39,7%), Protestan (20,7%, kepercayaan tradisional (32,9%), Islam (6,2%), dan sisanya merupakan aliran kepercayaan lain.

Konflik baru yang meletus pada tahun 2013 menyebabkan sebanyak 400.000 orang tewas dan hampir 4 juta orang kehilangan tempat tinggalnya, bahkan sampai harus mengungsi ke negara tetangga.

Sudan Selatan bisa saja menjadi negara yang kaya berkat ekspor minyak yang menjadi tulang punggung ekonominya. Sayang, jatuhnya harga komoditas dan kenaikan anggaran pertahanan negara membuat Sudah Selatan jatuh ke dalam kemiskinan.

Di luar sektor minyak, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani tradisional yang seringkali mengalami kekerasan sehingga menghalangi mereka dalam menanam dan memanen hasil pertanian. Kondisi ini semakin mendukung Sudan Selatan menjadi negara termiskin di dunia.

Selanjutnya: Jadi andalan AS, USS Gerald R. Ford merupakan kapal induk terbesar di dunia




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×