Sumber: New York Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - LOUISVILLE. Breonna Taylor adalah seorang petugas medis berkulit hitam yang tewas ditembak oleh petugas polisi Louisville pada bulan Maret lalu. Kematiannya memicu unjuk rasa besar-besaran di AS karena tidak diusut dengan tuntas.
Taylor menjadi korban dari operasi penggeledahan dan pencarian narkoba oleh kepolisian setempat. Ia tewas dalam upaya penggeledahan meskipun tidak ada bukti ia terlibat dalam kasus narkoba.
Pada hari Rabu (23/9), pengadilan mendakwa mantan perwira polisi Louisville yang bertugas saat itu dengan tuduhan melakukan tindakan berbahaya dalam penggeledahan.
Sayangnya, tidak ada dakwaan yang diberikan kepada petugas lain yang melakukan tembakan dan tidak ada pula petugas kepolisian yang dituntut karena menyebabkan kematian Breonna Taylor.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di AS tembus 7 juta, lonjakan terbesar terjadi di wilayah Midwest
Brett Hankison, seorang detektif kepolisian, jadi satu-satunya petugas yang diberhentikan pasca kejadian tersebut. Ia terbukti bersalah karena menembak kaca jendela apartemen Taylor dari luar. Kebijakan departemen kepolisian mengharuskan petugas untuk berhadapan langsung dengan target operasi.
Kasus Breonna Taylor adalah tambahan bagi daftar kekerasan yang dialami warga kulit hitam AS oleh petugas kepolisian, bahkan hingga menyebabkan kematian.
Kronologi kasus Breonna Taylor
Pada tanggal 13 Maret, malam hari, petugas polisi Louisville melaksanakan perintah untuk menggeledah apartemen Breona Taylor.
Sebelumnya para polisi telah menyelidiki dua pria yang diduga menjual narkoba dari sebuah rumah yang letaknya cukup jauh dari apartemen Taylor. Apartemen Taylor turut digeledah karena kepolisian meyakini ada seseorang yang menggunakan apartemen tersebut untuk menerima paket narkoba.
Baca Juga: Jika kalah dalam Pilpres AS, Trump tolak meletakkan jabatan dengan damai