Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pemerintah Hong Kong berencana mengajukan keluhan resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait keputusan Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan tarif 10% atas barang-barang asal wilayah tersebut.
Langkah ini dianggap mengabaikan status Hong Kong sebagai wilayah pabean yang terpisah, menurut pernyataan Sekretaris Utama Hong Kong, Eric Chan, pada Selasa (11/2).
Ketidaksesuaian dengan Aturan WTO
Eric Chan menegaskan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan AS bertentangan dengan peraturan WTO dan mencederai status Hong Kong sebagai pusat perdagangan bebas.
"Ini benar-benar tidak konsisten dengan aturan WTO. Mereka sama sekali mengabaikan kenyataan bahwa Hong Kong adalah wilayah pabean yang terpisah," ujar Chan kepada media.
Chan juga menyatakan bahwa pemerintah Hong Kong akan mengajukan keluhan resmi ke WTO terkait kebijakan yang dinilainya tidak masuk akal tersebut, meskipun belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai langkah yang akan diambil.
Baca Juga: China Seret Trump ke WTO atas Kebijakan Tarif Kontroversial AS
Latar Belakang Keputusan AS
Tarif baru ini merupakan bagian dari kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang menargetkan impor asal China dan Hong Kong. Kebijakan tersebut memperketat aturan perdagangan, termasuk:
- Pengenaan tarif 10% terhadap barang dari Hong Kong.
- Penangguhan sementara layanan pos dari China dan Hong Kong oleh US Postal Service, yang kemudian dibatalkan setelah menuai protes.
- Penutupan pengecualian bea masuk "de minimis" untuk paket di bawah $800, yang sebelumnya memberikan keuntungan bagi eksportir kecil dan menengah.
Menurut pernyataan resmi pemerintah AS, langkah ini bertujuan untuk menghambat masuknya fentanyl dan bahan kimia prekursor ke AS. Namun, kebijakan tersebut juga berdampak luas pada pelaku bisnis, pengecer, serta perusahaan ekspedisi yang harus menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut.
Dampak pada Hong Kong sebagai Pusat Perdagangan
Hong Kong selama ini dikenal sebagai pusat perdagangan bebas dan wilayah dengan kebijakan ekonomi terbuka. Namun, sejak China menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada 2020, hubungan Hong Kong dengan AS semakin tegang.
Baca Juga: Produsen Obat AstraZeneca Terancam Denda Pajak Sebesar US$4,5 Juta di China
Sebagai respons, Washington mencabut status khusus Hong Kong dalam perdagangan internasional dan mengharuskan barang asal wilayah tersebut diberi label "Made in China" untuk ekspor ke AS. Keputusan ini menghilangkan salah satu keunggulan kompetitif Hong Kong sebagai hub perdagangan global.
Chan mengkritik kebijakan perdagangan AS yang dinilainya sering berubah secara tiba-tiba. "Yang bisa saya katakan adalah kebijakan mereka tidak konsisten," ujarnya.