kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.568.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   -90,00   -0,56%
  • IDX 7.017   -71,99   -1,02%
  • KOMPAS100 1.040   -10,68   -1,02%
  • LQ45 811   -9,46   -1,15%
  • ISSI 212   -0,48   -0,23%
  • IDX30 416   -5,22   -1,24%
  • IDXHIDIV20 497   -6,62   -1,31%
  • IDX80 119   -1,44   -1,20%
  • IDXV30 123   -0,58   -0,47%
  • IDXQ30 137   -1,93   -1,39%

Modal Ekonomi AS di Bawah Donald Trump: Antara Stabilitas dan Risiko Kebijakan


Senin, 13 Januari 2025 / 18:42 WIB
Modal Ekonomi AS di Bawah Donald Trump: Antara Stabilitas dan Risiko Kebijakan
ILUSTRASI. A Christmas tree stands in front of the New York Stock Exchange (NYSE), on the day U.S. President-elect Donald Trump is expected to ring the opening bell at NYSE to celebrate being named Time magazine's 'Person of Year', in New York City, New York, U.S., December 12, 2024. REUTERS/Adam Gray


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON - Ekonomi Amerika Serikat sedang berada di persimpangan penting. Dengan tingkat pengangguran yang rendah, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi yang mulai terkendali, negeri Paman Sam tampaknya berada dalam posisi ekonomi yang kokoh. 

Namun, dengan Donald Trump yang akan kembali ke Gedung Putih, para ahli bertanya-tanya apakah perubahan besar yang dijanjikan dalam kampanyenya benar-benar diperlukan atau justru berpotensi merusak stabilitas yang telah dicapai.

Ketika Trump bersiap memulai masa jabatannya, ia mendapatkan warisan kondisi ekonomi yang tumbuh di atas tren dengan pasar kerja yang mendekati kapasitas maksimum. 

Baca Juga: Inilah Deretan Kasus Hukum Donald Trump Menjelang Pelantikannya Sebagai Presiden AS

Tingkat pengangguran tercatat hanya 4,1% pada Desember, sementara ekonomi berhasil menambah 256.000 lapangan kerja baru. 

Dalam kondisi seperti ini, kata Mark Zandi, Kepala Ekonom di Moody's Analytics, "Keberhasilan bagi pemerintahan Trump adalah tidak membahayakan ekonomi yang berkinerja luar biasa yang diwarisinya."

Namun, warisan ini juga datang dengan tantangan. Inflasi, meski menurun, masih berada di atas target Federal Reserve sebesar 2%. 

Selain itu, nilai aset yang tinggi di pasar keuangan meningkatkan risiko koreksi. Dengan suku bunga hipotek mendekati 7% dan imbal hasil obligasi Treasury 30 tahun mencapai 5%, para ekonom memperingatkan kemungkinan tekanan lebih lanjut pada pasar keuangan jika kebijakan agresif diterapkan.

Tantangan Kebijakan Baru

Trump telah menjanjikan serangkaian kebijakan, mulai dari tarif impor yang agresif, pembatasan imigrasi, hingga pemotongan pajak yang didanai defisit. 

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa langkah-langkah ini dapat memicu inflasi baru dan membebani anggaran federal yang sudah defisit. 

"Jika Anda percaya pertumbuhan ekonomi yang melebihi tren berasal dari imigrasi, akan sulit untuk mendapatkan angka sebesar yang kita lihat di paruh akhir pemerintahan Biden," ujar Karen Dynan, profesor ekonomi di Universitas Harvard.

Baca Juga: Donald Trump Terpilih Kembali sebagai Presiden AS, Lebih Dipercaya Urus Ekonomi​

Selain itu, kondisi saat ini berbeda jauh dari masa awal Trump menjabat pada 2017. Ketika itu, ekonomi masih dalam pemulihan dari krisis keuangan 2007-2009, memberikan ruang untuk kebijakan pemotongan pajak yang mendorong pertumbuhan. 

Kali ini, dengan inflasi yang gigih dan biaya pinjaman pemerintah yang tinggi, ruang untuk manuver kebijakan lebih sempit.

Risiko dan Peluang

Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyebut ekonomi AS “berkinerja sangat baik”, tetapi menegaskan pentingnya kebijakan moneter yang ketat untuk menjaga inflasi tetap terkendali. 

Namun, dengan retorika Trump yang ekspansif, termasuk tarif dan deportasi yang direncanakan, ada risiko kebijakan ini justru mengganggu keseimbangan yang rapuh.

Baca Juga: Donald Trump Klaim Menang Pilpres AS, Para Pemimpin Dunia Ucapkan Selamat

Tom Barkin, Presiden Federal Reserve Richmond, mencatat optimisme bisnis tentang kondisi yang akan datang, tetapi mengingatkan bahwa kebijakan baru dapat memicu risiko inflasi. 

"Anda dapat menarik kembali beberapa di antaranya jika terbukti merusak," katanya.

Apa yang Harus Dilakukan?

Dengan ekonomi yang sudah kuat, tantangan terbesar bagi Trump adalah menjaga stabilitas tanpa memicu ketidakseimbangan baru. 

Kebijakan yang terlalu agresif berisiko menciptakan tekanan pada inflasi, pasar keuangan, dan anggaran federal. 

Baca Juga: Kenaikan Dolar AS Semakin Tak Terbendung di Bawah Komando Donald Trump

Sebaliknya, pendekatan yang lebih hati-hati dapat memberikan waktu bagi ekonomi untuk terus berkembang secara berkelanjutan.

Ke depan, keberhasilan pemerintahan Trump akan bergantung pada kemampuannya menavigasi lanskap ekonomi yang kompleks ini. 

Dalam kata-kata Zandi, kuncinya adalah “tidak membahayakan.” Dengan menyeimbangkan ambisi politik dengan realitas ekonomi, Trump memiliki peluang untuk memperkuat warisan ekonomi Amerika yang sudah kokoh.

Selanjutnya: Penjualan HEV Meningkat di 2024, Toyota Siap Kerek Market Tahun Ini

Menarik Dibaca: Baik untuk Diabetes, Ini 9 Manfaat Daun Jambu Biji untuk Kesehatan



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×