Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pemerintah Rusia menegaskan tidak berencana menyita aset milik negara-negara Eropa, termasuk perusahaan dan bank, selama Uni Eropa (UE) tidak mengambil langkah untuk menyita aset Rusia yang dibekukan.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Menteri Keuangan Rusia, Alexei Moiseev, pada Rabu (22/10/2025).
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, sekitar US$ 250 miliar aset Rusia dibekukan di wilayah Uni Eropa.
Aset tersebut termasuk dana milik bank sentral dan kementerian keuangan Rusia, setelah Amerika Serikat dan sekutunya melarang transaksi dengan lembaga-lembaga tersebut.
Baca Juga: Rusia Ancam Balas jika Asetnya di Eropa Digunakan untuk Biayai Ukraina
Kini, para pemimpin Uni Eropa tengah membahas opsi pemanfaatan aset beku itu untuk membiayai pertahanan dan rekonstruksi Ukraina. Namun, rencana tersebut menghadapi kendala hukum serta penolakan dari Bank Sentral Eropa dan beberapa negara anggota UE, karena dinilai berisiko tinggi.
Menurut Moiseev, hingga saat ini Uni Eropa belum benar-benar melakukan penyitaan terhadap aset Rusia, dan Moskow juga tidak akan mengambil langkah serupa kecuali jika UE berubah sikap.
“Kami belum menyita apa pun. Eropa juga belum memutuskan untuk menyita, jadi kami tidak akan melakukannya sampai mereka benar-benar melakukannya. Namun jika mereka memutuskan untuk menyita, kami akan mempertimbangkannya,” ujarnya di sela konferensi.
Moiseev juga menegaskan bahwa keputusan Presiden Vladimir Putin terkait percepatan privatisasi aset negara tidak ada kaitannya dengan rencana penyitaan aset Eropa.
Dalam dekrit tersebut, Putin menunjuk PSB, bank yang melayani sektor industri pertahanan Rusia dan terkena sanksi Barat, sebagai agen pemerintah dalam penjualan aset negara.
Baca Juga: Uni Eropa Peringatkan Momen Paling Berbahaya yang Melibatkan Rusia-China di 2027
Dekrit itu memperkenalkan mekanisme percepatan penjualan, termasuk kewajiban penilaian aset dalam waktu 10 hari sejak kontrak penilaian ditandatangani, serta percepatan proses pendaftaran hak kepemilikan.
Teks dekrit menyebut langkah ini sebagai tanggapan atas “tindakan tidak bersahabat” dari AS dan sekutunya, yang kemudian memicu spekulasi bahwa kebijakan itu disiapkan sebagai langkah balasan jika aset Rusia benar-benar disita.
Namun Moiseev membantah hal tersebut. Ia menegaskan bahwa perusahaan dan bank Eropa yang masih beroperasi di Rusia tidak disita dan tidak termasuk dalam cakupan kebijakan privatisasi baru itu.
“Lupakan soal aset Eropa. Tidak ada yang sedang mempertimbangkan atau membahas hal itu,” katanya. “Tujuan utama dekrit ini adalah membuka saluran baru untuk penjualan aset negara.”
Sejak awal operasi militer di Ukraina, otoritas Rusia telah menyita aset senilai sekitar US$ 50 miliar, termasuk milik perusahaan-perusahaan Barat yang hengkang dari Rusia.
Baca Juga: Uni Eropa Peringatkan Momen Paling Berbahaya yang Melibatkan Rusia-China di 2027
Beberapa perusahaan dalam negeri juga diambil alih pemerintah karena dugaan korupsi, pelanggaran privatisasi, atau manajemen yang buruk.
Gelombang nasionalisasi ini disebut sebagai redistribusi kepemilikan terbesar sejak era 1990-an, ketika aset negara bekas Uni Soviet dijual murah kepada investor swasta.
Pemerintah Rusia berjanji akan segera mencari pemilik baru bagi aset-aset yang telah disita. “Ada banyak aset yang perlu dijual dengan cepat,” ujar Moiseev.