Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. NATO berencana meningkatkan pembagian intelijen dan memperkuat perlindungan infrastruktur penting untuk menghadapi aksi sabotase Rusia dan China. Langkah ini diambil guna mengantisipasi ancaman yang dinilai semakin intens.
"Selama beberapa tahun terakhir, Rusia dan China telah mencoba mengganggu stabilitas negara kita melalui sabotase, serangan siber, disinformasi, dan pemerasan energi untuk menekan kita," ujar Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, Selasa (3/12).
"NATO akan tetap bersatu dalam menghadapi ancaman ini, dengan langkah-langkah seperti peningkatan pembagian intelijen dan perlindungan infrastruktur penting," ucapnya.
Baca Juga: Pesawat DHL Jatuh di Lithuania, Benarkah Akibat Sabotase Rusia?
Menteri luar negeri NATO, yang berkumpul di Brussels pekan ini, diharapkan menyusun strategi baru untuk menghadapi ancaman hibrida. Strategi ini mencakup propaganda, campur tangan politik, sabotase infrastruktur, dan taktik lain di luar domain militer konvensional.
Seorang pejabat senior NATO menegaskan, ada kampanye hibrida yang terus-menerus dilakukan terhadap sekutu NATO. Pejabat yang enggan disebut namanya itu menambahkan bahwa Rusia menunjukkan selera risiko yang meningkat dalam melakukan sabotase yang mengancam keselamatan publik dan infrastruktur vital.
Kasus Sabotase Terkini
Baru-baru ini, pejabat keamanan Barat mengaitkan kebakaran di depot kurir di Inggris, Jerman, dan Polandia pada Juli lalu dengan dugaan uji coba Rusia untuk memicu ledakan di penerbangan kargo menuju Amerika Serikat.
Selain itu, penyelidikan masih berlangsung terkait pemutusan dua kabel serat optik di Laut Baltik pada November. Kabel tersebut menghubungkan Finlandia dan Jerman serta Swedia dan Lithuania.
Baca Juga: Sekjen NATO Konfirmasi Kehadiran Pasukan Korea Utara di Rusia
Rusia membantah tuduhan terlibat dalam berbagai aksi hibrida. "Sangat tidak masuk akal untuk terus menyalahkan Rusia atas segala hal tanpa bukti," ujar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, bulan lalu, merespons dugaan sabotase kabel di Baltik.
Sementara itu, Tiongkok juga membantah tuduhan Jerman terkait serangan siber terhadap badan pemerintah pada 2021, menyebutnya sebagai tuduhan tak berdasar.
Pejabat Barat menghadapi tantangan dalam menyepakati respons terhadap dugaan serangan ini. Beberapa anggota NATO khawatir respons keras dapat meningkatkan ketegangan dengan Rusia.
Baca Juga: Lawan Sanksi Barat, Rusia Ciptakan Sistem Pembayaran Domestik Sendiri
Di sisi lain, terjadi perbedaan pandangan mengenai transparansi temuan sabotase, antara yang mendorong publikasi kasus dan yang menganggapnya kontraproduktif.