kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Negeri Merlion membuka keran bagi imigran muda


Rabu, 27 Februari 2013 / 19:31 WIB
ILUSTRASI. 5 Fakta Kucing Ras Persia yang Jarang Orang Tahu


Reporter: Umar Idris, Maria Elga Ratri | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Air hujan yang tumpah dari langit Singapura tidak berhasil mengusir ribuan orang yang memadati Hong Lim Park, Sabtu (16/2) pekan lalu. Mereka tetap bertahan
melanjutkan aksi protes di satu-satunya tempat di Negeri Merlion yang boleh untuk menggelar demonstrasi.

Aksi protes itu merupakan unjuk rasa terbesar sejak Singapura merdeka tahun 1965 silam. Penyulutnya: kebijakan pemerintah yang membuka keran imigran untuk menjadi warga negara Singapura.

Banyak warga asli menyalahkan penyebab kenaikan harga properti dan biaya hidup di Singapura. “Para pengunjuk rasa ingin menunjukkan kepada pemerintah, bahwa mereka tidak lagi takut dan tidak ingin bersembunyi di balik media sosial untuk menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah,” tegas Gilbert Goh, koordinator aksi, seperti dikutip BBC.

Ya, demo menentang kebijakan pemerintah adalah pemandangan yang sangat langka di Singapura. Maklum, negara ini memberlakukan kontrol sosial yang ketat dan intoleran terhadap perbedaan pendapat.

Tapi, kebijakan Pemerintahan Lee Hsien Loong yang mendapat dukungan parlemen tersebut membuat murka rakyat Singapura. Bagaimana tidak? Pemerintah Singapura mengundang
imigran muda untuk menjadi warga negaranya guna menghindari penyusutan jumlah penduduk negeri ini.

Dengan kehadiran para imigran muda itu, Pemerintah Singapura berharap angka kelahiran meningkat dan jumlah penduduk akan bertambah menjadi 6,5 juta orang hingga 6,9 juta orang pada 2030 mendatang.

Saat ini populasi negara dengan luas 712,4 kilometer persegi ini hanya 5,3 juta orang. “Kami menghasilkan terlalu sedikit jumlah bayi baru, penduduk kita sekarang menua, populasi kita sebentar lagi akan menyusut,” kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong seperti dikutip wsj.com.

Catatan saja, tahun lalu, angka kelahiran di Singapura hanya 1,2 anak per penduduk perempuan. Angka ini tentu saja jauh di bawah batas 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah penduduk asli. Celakanya, kondisi itu sudah berlangsung selama 30 tahun. Nah, untuk menghentikan penyusutan populasi itulah, setiap tahun Pemerintah Singapura bakal menerima 15.000 sampai 25.000 warga negara baru, dan 30.000 penduduk tetap alias permanent resident.

Perdana Menteri Lee mengungkapkan, usia produktif di Singapura terus turun. Pada 1970, jumlah penduduk produktif berusia 20 tahun hingga 64 tahun masih sebesar 13,5% dari jumlah penduduk. Namun, di 2015 nanti, angkanya menciut menjadi 4,8% dan di 2030 tinggal 2,1% saja. Itu terjadi jika Pemerintah Singapura tidak mengundang para imigran untuk menjadi warga negara baru.

Warga asli tinggal 55% Tapi, tak mudah bagi Pemerintah Singapura mendapat persetujuan parlemen untuk menjalankan kebijakan tersebut. Meski partai pemerintah, Partai Aksi Rakyat, memiliki suara mayoritas di parlemen, yakni 80 kursi dari total 87 kursi di parlemen, kebijakan pemerintah yang tertuang dalam buku putih bertajuk A Sustainable Population for a Dynamic Singapore tidak gampang diterima oleh parlemen.

Partai oposisi, Partai Pekerja, berhasil meraih simpati warga Singapura sehingga anggota parlemen dari partai pemerintah terpengaruh. Akhirnya, kebijakan ini disetujui setelah parlemen berdebat selama lima hari berturut-turut dengan catatan: pemerintah harus meninjau kebijakan tersebut secara berkala dan melindungi kesejahteraan masyarakat.

Partai Pekerja khawatir, jika pemerintah membuka keran imigran, maka pada 2030 mendatang jumlah penduduk asli Singapura menyusut menjadi tinggal 55% dari populasi. Pada Juni 2012 lalu, proporsi warga asli Singapura masih 62%.

“Jika kita lihat peta Singapura, orang Singapura akan menjadi minoritas di negaranya sendiri. Kami ingin pembangunan tetap berlangsung dengan identitas nasional yang juga kuat,” ujar Low Thia Khiang, Sekretaris Jenderal Partai Pekerja.

Kebijakan Pemerintah Singapura yang menerima warga negara baru pasti akan mengundang imigran dari negara-negara Asia Tenggara, terutama dari Indonesia. “Selain itu dari India,” kata Padang Wicaksono, peneliti senior di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Singapura memang seksi di mata imigran pemburu kerja. Negara ini merupakan hub perdagangan dan keuangan internasional. Lebih dari 5.000 perusahaan multinasional membuka kantor perwakilan bahkan kantor pusatnya di Singapura.

Pembukaan keran imigran juga akan meningkatkan pekerja kelas menengah ke bawah, seperti perawat dan buruh pabrik manufaktur. Soalnya, warga asli Singapura jarang ada yang mau bekerja di sektor ini. “Singapura berbeda dengan Jepang. Di Jepang masih ada penduduk aslinya yang bekerja kasar,” ungkap Padang.

Cuma, menurut Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), selama ini, Pemerintah Singapura hanya membuka pintu Pelayan hotel dan kafe, ditolak. “Kalau dokter, bankir, atau profesional lain, sih, tak perlu perjanjian seperti TKI, mereka bisa urus sendiri,” ujarnya. Tapi, Fauzi Ichsan, Direktur Standard Chartered Indonesia, bilang, kebijakan Pemerintah Singapura itu tak akan serta-merta membuat bankir negara kita berpaling ke Singapura.

Kenapa? “Di Singapura lebih ketat dan kompetitif, bankir Indonesia lebih memilih Indonesia, lebih suka jadi tuan di negeri sendiri,” kata Fauzi. Meski begitu, dia menambahkan, peluang pekerjaan di level menengah di Singapura akan menarik para profesional muda.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 22 - XVII, 2012 Internasional




TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×