Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Perusahaan investasi Temasek Holdings Pte berhasil menorehkan rekor kinerja tahunan di tengah kondisi ekonomi global yang semakin menantang. Meski begitu, holding BUMN Singapura ini masih tetap berhati-hati dalam menghadapi tahun berikutnya.
Kinerja tahunan Temasek yang berakhir pada 31 Maret 2019 meningkat. Nilai portofolio bersih perusahaan tercatat sebesar S$ 313 miliar atau meningkat 1,6% dari S$ 308 miliar tahun sebelumnya. Temasek berhasil mencatatkan pertumbuhan nilai portofolio setelah sukses melakukan divestasi aset senilai S$ 28 miliar atau sekitar US$ 20,6 miliar.
Baca Juga: Sembcorp, Anak Usaha Temasek, Hengkang dari Perusahaan Milik Anthoni Salim
Meski naik, tingkat pengembalian investasi pemegang saham untuk satu tahun hanya 1,49%. Ini turun dari kinerja tahun sebelumnya yang mencapai 12,19%. Sedangkan Total Shareholder Return (TSR) tiga tahun ada di level 8,88% dalam dolar Singapura.
Dilhan Pillay, kepala eksekutif Temasek International mengatakan, pasar ekuitas telah bergejolak selama satu tahun terakhir. Oleh karena itu, kekhawatiran perusahaan tetap ada di tengah ketegangan antara AS-China.
"Ketegangan AS-China dapat memoderasi pertumbuhan global. Kami juga tetap waspada terhadap risiko resesi AS serta Brexit dan fragmentasi politik yang terus membebani Eropa," katanya.
Baca Juga: Temasek & UOB Suntik US$ 200 Juta ke Induk Pemegang Saham Bank Yudha Bhakti
Namun, Temasek telah mengantisipasi kondisi yang semakin menantang dan laju investasi yang masih moderat. Total investasi perusahaan tahun yang berakhir pada Mret 2019 turun menjadi S$ 24 miliar dari S$ 29 miliar pada tahun sebelumnya.
Adapun divestasi S$ 28 miliar merupakan puncak yang dicapai hanya satu kali selama dekade terakhir.
"Kami terus membangun portofolio kami untuk masa depan dengan meningkatkan eksposur kami di perusahaan yang tidak listed. Investasi dalam ruang ini umumnya berkinerja baik dan memberi kami pengembalian yang lebih baik daripada yang terdaftar sejak 2002." jelas Pillay.Temasek memiliki aset tidak listed sebesar 42% dari total portofolio perusahaan.
Temasek terus memperluas kepemilikan AS yang naik menjadi 15% dari portofolionya,dari 13% tahun sebelumnya. Eksposur Singapura turun menjadi 26% dari 27% setahun sebelumnya dan begitupun dengan eksposurnya ke Cina.
Layanan keuangan tetap menjadi bagian terbesar dari portofolio Temasek yakni sebesar 25% seperti Industrial & Commercial Bank of China dan DBS Group Holdings.
Baca Juga: Perjalanan superholding BUMN masih panjang
Beberapa investasi besar Temasek anjlok lantaran menghadapi tantangan dari sisi regulasi pemerintah dan hukum selama setahun terakhir. Temasek mencapai kesepakatan 3 miliar euro (US$ 3,4 miliar) untuk mengakuisisi mayoritas saham Bayer AG pada April 2018.
Namun, nilai perusahaan raksasa perawatan kesehatan dan pertanian Jerman anjlok sepertiga setelah mengdapi tuntutan hukum atas produk anak usahanya yakni Monsanto dituding menyebabkan kanker.
Temasek juga memiliki investasi di penyedia telekomunikasi AS, CenturyLink Inc yang sahamnya merosot 27% dalam 12 bulan hingga 31 Maret setelah serangkaian kemunduran termasuk gugatan pelanggan yang menuduh adanya penipuan.
Baca Juga: Ada rencana pembentukan superholding BUMN, Kementerian BUMN akan hilang?
Laba bersih Temasek Group tergelincir 46% menjadi S $ 11,8 miliar, terendah sejak 2016. Namun, Temasek menjelaskan, penurunan ini lebih disebabkan adanya perubahan dalam aturan akuntansi saja.
Kepala data dan penelitian Sovereign Wealth Center Daniel Brett mengatakan portofolio Temasek terkait erat dengan kinerja ekonomi Singapura. Dengan aset Singapura mewakili lebih dari seperempat portofolionya, kinerja Temasek akan sangat dipengaruhi oleh pengembalian kepemilikan domestiknya.
"Penurunan FTSE Straits Times Index dan perlambatan ditandai dalam pertumbuhan PDB negara itu menandakan bahwa eksposur domestik yang berat dapat merusak total kinerja portofolio investor berdaulat."kata Brett