Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Skala bencana pandemi COVID-19 bisa dicegah, sebuah panel global independen menyimpulkan pada Rabu (12 Mei). Tetapi, koordinasi yang buruk berarti tanda peringatan tidak diindahkan.
Panel Independen untuk Kesiapsiagaan dan Respons Pandemi (IPPPR) mengatakan, serangkaian keputusan buruk berarti COVID-19 terus membunuh setidaknya 3,3 juta orang sejauh ini dan menghancurkan ekonomi global.
Lembaga "gagal melindungi orang" dan para pemimpin yang menyangkal sains mengikis kepercayaan publik pada intervensi kesehatan, kata IPPPR dalam laporan akhirnya yang telah lama ditunggu.
Tanggapan awal terhadap wabah yang terdeteksi di Wuhan, China, pada Desember 2019 "tidak memiliki urgensi", dengan Februari 2020 sebagai "bulan hilang" yang mahal karena negara-negara tidak mengindahkan peringatan tersebut.
Untuk mengatasi pandemi saat ini, IPPPR meminta negara-negara terkaya untuk menyumbangkan satu miliar dosis vaksin kepada negara yang paling miskin.
Baca Juga: Sudah lebih dari seperempat juta warga India meninggal gara-gara virus corona
Dan, panel tersebut juga meminta negara-negara terkaya di dunia untuk mendanai organisasi baru yang didedikasikan untuk mempersiapkan pandemi berikutnya.
Laporan IPPPR itu diminta negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada awal Mei lalu.
Panel tersebut diketuai bersama oleh mantan Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark dan mantan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf, penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2011.
Sistem alarm global perlu dirombak
Laporan bertajuk COVID-19: Make It The Last Pandemic berpendapat, sistem alarm global perlu dirombak untuk mencegah bencana serupa.
"Situasi yang kita hadapi hari ini sebenarnya bisa dicegah," kata Sirleaf, seperti dikutip Channel News Asia. "Ini karena banyak sekali kegagalan, kesenjangan, dan penundaan dalam kesiapsiagaan dan respons".
Baca Juga: WHO: Varian virus corona dari India sudah ada di 44 negara
Laporan tersebut mengatakan, munculnya COVID-19 ditandai dengan campuran "beberapa tindakan awal dan cepat, tetapi juga oleh penundaan, keraguan, dan penolakan.
"Pilihan strategis yang buruk, keengganan untuk mengatasi ketidaksetaraan dan sistem yang tidak terkoordinasi menciptakan campuran beracun yang memungkinkan pandemi berubah menjadi bencana krisis kemanusiaan," ungkap IPPPR.
Ancaman pandemi telah diabaikan dan negara-negara sangat tidak siap untuk menghadapinya, IPPPR menemukan.
Panel tersebut menyayangkan keputusan WHO dengan mengatakan, mereka bisa menyatakan situasi tersebut sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional (PHEIC), tingkat kewaspadaan tertinggi, pada 22 Januari 2020.
Sebaliknya, WHO menunggu delapan hari lagi sebelum melakukannya.
Baca Juga: Ada 6 kasus baru, Taiwan meningkatkan status kewaspadaan penyebaran Covid-19
Namun demikian, mengingat kelambanan relatif negara, "kita mungkin masih berakhir di tempat yang sama," ujar Clark, seperti dilansir Channel News Asia.
Baru pada Maret setelah WHO menggambarkannya sebagai pandemi, istilah yang tidak secara resmi menjadi bagian dari sistem peringatannya, negara-negara tersentak beraksi.
Adapun wabah awal, "jelas ada penundaan di China tetapi ada penundaan di mana-mana," tambah Clark.
Rekomendasi menangani pandemi
Tanpa jeda antara identifikasi pertama di Wuhan dan deklarasi PHEIC kemudian "bulan yang hilang" pada Februari 2020, "kami yakin kita tidak akan melihat pandemi yang semakin cepat. Sesederhana itu," kata Clark.
Panel membuat beberapa rekomendasi tentang bagaimana menangani pandemi saat ini.
Baca Juga: Tambah B.1.617 India, kini ada 4 varian virus corona yang perlu diwaspadai
Untuk mengatasi wabah dan pandemi di masa depan, panel meminta Dewan Ancaman Kesehatan Global yang terdiri dari para pemimpin dunia, ditambah konvensi pandemi.
G20 juga harus menciptakan Fasilitas Pembiayaan Pandemi Internasional, yang mampu membelanjakan US$ 5 miliar hingga US$ 10 miliar per tahun untuk kesiapsiagaan, dengan US$ 50 miliar sampai US$ 100 miliar siap bergulir jika terjadi krisis.
"Pada akhirnya, menginvestasikan miliaran dalam kesiapsiagaan sekarang akan menghemat triliunan di masa depan, seperti yang digambarkan dengan jelas oleh pandemi saat ini," kata Clark.
Panel juga mengusulkan perombakan WHO untuk memberinya kendali yang lebih besar atas pendanaannya dan lebih banyak wewenang untuk kepemimpinannya.
Sistem peringatannya harus lebih cepat dan harus memiliki wewenang untuk mengirim misi ahli ke negara-negara segera tanpa menunggu lampu hijau mereka, Clark menambahkan.