Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Mayoritas ahli politik global meyakini, krisis di Selat Taiwan kemungkinan besar terjadi pada tahun 2024. Blokade atau karantina China terhadap pulau tersebut dipandang sebagai skenario yang paling mungkin terjadi.
Mengutip The Hill, prediksi ini didapat berdasarkan survei baru dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), yang menanyakan kepada 87 pakar terkemuka AS dan Taiwan mengenai hubungan lintas selat dan harapan mereka terhadap masa depan.
Sebagian besar pakar ini mengatakan China memiliki kemampuan untuk melaksanakan karantina atau blokade Taiwan yang dipimpin oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Akan tetapi, hanya sedikit yang percaya bahwa invasi kuat mungkin terjadi.
Survei ini membedakan antara “karantina” dan “blokade”. Menurut laporan tersebut, karantina terhadap Taiwan – yang menghambat rute komersial oleh aktor non-militer China – akan menandakan rencana untuk memaksa, bukannya merebut pemerintah Taiwan.
Sedangkan blokade militer yang dilakukan PLA kemungkinan besar akan menandakan tujuan untuk memaksa unifikasi segera dalam lima tahun ke depan.
Baca Juga: Militer China Kembali Aktif Setelah Pemilu Taiwan Usai
“Krisis” didefinisikan sebagai peningkatan signifikan dalam ketegangan lintas selat yang disertai dengan setidaknya latihan besar-besaran PLA yang bertujuan untuk memaksa Taiwan dan memperbaharui ancaman China untuk menggunakan kekerasan terhadap pulau tersebut.
Kristen Gunness, peneliti kebijakan senior di perusahaan RAND dan pembicara di panel CSIS pada Senin pagi, menggambarkan daya tarik pendekatan karantina/blokade sebagai cara memaksa Taiwan dengan biaya lebih rendah atau risiko lebih rendah yang secara bersamaan memberi tekanan pada Taiwan, AS, dan aliansinua untuk mencari cara bagaimana meresponsnya.
Gunness mengatakan para pengambil keputusan di AS perlu memperhitungkan cara merespons skenario di Indo-Pasifik agar tidak melakukan invasi langsung.
Menurut survei CSIS, 68% pakar AS mengatakan krisis Selat Taiwan mungkin terjadi atau sangat mungkin terjadi pada tahun 2024. Sementara, hanya hanya 58% pakar Taiwan sepakat dengan hal tersebut.
Sekitar tiga perempat pakar AS dan dua pertiga pakar Taiwan mengatakan upaya berkelanjutan untuk menstabilkan hubungan AS-Tiongkok tidak akan menghentikan krisis seperti itu.
Mayoritas pakar AS dan Taiwan mengatakan karantina di pulau-pulau terpencil Taiwan adalah tindakan yang paling mungkin dilakukan jika Beijing berupaya menghukum atau memaksa Taiwan.
Baca Juga: 6 Balon China Terbang Mendekati Taiwan, 1 Balon Melewati Batas
Kombinasi berbagai faktor membuat para ahli memperkirakan eskalasi akan terjadi pada tahun 2024.
Taiwan pernah menentang keinginan Tiongkok dengan terpilihnya calon presiden Partai Progresif Demokratik (DPP) Lai Ching-te pekan lalu, yang skeptis terhadap ambisi China terhadap pulau tersebut. Sebagian besar pakar memperkirakan Beijing akan mengubah pendekatannya sebagai reaksi terhadap pemilu tersebut.
China menyebut Lai sebagai separatis yang berbahaya dan menyebut pemilu yang dimenangkannya sebagai pilihan antara perdamaian atau perang.
Setelah pemilihannya, belum terjadi lagi komunikasi antara Lai dan pejabat Beijing.
Baca Juga: Pembuat Mainan Mencari Pabrik di Luar China
Jika terjadi perang...
Perang yang memperebutkan Taiwan diprediksi akan menimbulkan kerugian besar berupa pertumpahan darah dan harta.
Bloomberg Economics memperkirakan biaya perang China-Taiwan bisa mencapai US$ 10 triliun atau Rp 155,63 kuadriliun (kurs Rp 15.562).
Mengutip Bloomberg, angka itu setara dengan sekitar 10% PDB global.
Meningkatnya kekuatan ekonomi dan militer China, meningkatnya rasa identitas nasional Taiwan, dan hubungan yang retak antara Beijing dan Washington menunjukkan bahwa kondisi krisis sudah siap terjadi.