Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat mengumumkan lebih sedikit pemutusan hubungan kerja (PHK) pada September 2025, namun rencana perekrutan sepanjang tahun ini tercatat sebagai yang terendah sejak 2009.
Temuan tersebut disampaikan oleh laporan Challenger, Gray & Christmas, perusahaan konsultan global di bidang outplacement.
Menurut laporan itu, jumlah PHK yang direncanakan pada September turun 37% secara bulanan menjadi 54.064 orang. Meski demikian, sepanjang 2025 total pengumuman PHK sudah mencapai 946.426 orang, level tertinggi sejak 2020.
Sementara itu, rencana perekrutan baru sepanjang tahun hanya 204.939 posisi, terendah sejak era Great Recession pada 2009.
Dampak Shutdown Pemerintah
Laporan Challenger menjadi sorotan karena shutdown pemerintah AS telah menunda publikasi sejumlah data ekonomi penting, termasuk laporan ketenagakerjaan September yang seharusnya dirilis Jumat lalu.
Baca Juga: Pejabat The Fed: Pasar Tenaga Kerja AS Perlu Melemah Agar Inflasi Turun ke 2%
Shutdown kali ini adalah yang ke-15 sejak 1981 dan menyebabkan 750.000 pegawai federal dirumahkan (furlough). Penundaan juga terjadi pada rilis klaim pengangguran mingguan, pesanan pabrik Agustus, data konstruksi, hingga laporan perdagangan.
Jika shutdown berlanjut, data inflasi konsumen, penjualan ritel, pembangunan perumahan, hingga inflasi produsen juga terancam tertunda.
Pasar Tenaga Kerja Terjebak Stagnasi
Andrew Challenger, Wakil Presiden Senior Challenger, Gray & Christmas, menyebut pasar tenaga kerja saat ini berada dalam fase stagnasi.
"Saat ini kita menghadapi pasar tenaga kerja yang stagnan, biaya yang meningkat, serta kemunculan teknologi baru yang transformatif," kata Andrew Challenger.
Meskipun The Federal Reserve telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,00%–4,25% untuk mendukung pasar tenaga kerja, faktor lain seperti PHK massal dan penundaan perekrutan masih membayangi.
Faktor Penyebab: Kebijakan, Imigrasi, dan AI
Ekonom menilai kombinasi kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump, razia imigrasi, serta kemajuan kecerdasan buatan (AI) telah menekan permintaan tenaga kerja sekaligus pasokan pekerja.
Rata-rata pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian (nonfarm payroll) hanya 29.000 pekerjaan per bulan dalam tiga bulan hingga Agustus, jauh lebih rendah dibanding 82.000 pada periode sama tahun lalu.
Baca Juga: Jumlah Perekrutan Turun, Lowongan Pekerjaan AS Tumbuh Moderat di bulan Agustus
Pemerintah menjadi penyumbang terbesar PHK tahun ini, dengan 299.755 pemotongan tenaga kerja, sejalan dengan kebijakan Gedung Putih untuk mengurangi jumlah pegawai federal. Trump bahkan mengancam akan melakukan pemecatan tambahan jika shutdown terus berlanjut.
Di sisi lain, sektor teknologi juga terpukul. Perusahaan-perusahaan teknologi telah mengumumkan 107.878 PHK sepanjang 2025, banyak di antaranya akibat otomatisasi berbasis AI. Kondisi ini membuat peluang kerja, terutama untuk engineer level pemula, semakin terbatas.
Prospek ke Depan
Jika shutdown pemerintah AS berlanjut, keterlambatan publikasi data ekonomi akan menyulitkan rumah tangga, investor, dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan.
Meski ada harapan stabilisasi di kuartal keempat berkat pemangkasan suku bunga, risiko dari ketidakpastian kebijakan, tren PHK massal, serta dampak AI masih bisa memperpanjang stagnasi pasar tenaga kerja AS.