Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - AMMAN Otoritas Suriah menutup Bandara Aleppo dan seluruh akses jalan menuju kota tersebut pada Sabtu, menurut tiga sumber militer kepada Reuters. Langkah ini diambil saat pemberontak yang menentang Presiden Bashar al-Assad mengklaim telah mencapai pusat Aleppo.
Pasukan oposisi, yang dipimpin oleh kelompok militan Islam Hayat Tahrir al-Sham, melancarkan serangan mendadak melalui wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah pekan ini. Mereka berhasil mencapai Aleppo, hampir satu dekade setelah diusir oleh pasukan Assad dan sekutunya.
Rusia, salah satu sekutu utama Assad, berjanji memberikan bantuan militer tambahan untuk membantu Damaskus menggagalkan serangan pemberontak, ungkap dua sumber militer. Peralatan militer baru tersebut diperkirakan akan tiba dalam 72 jam ke depan.
Baca Juga: Akademi Militer Suriah Diserbu Pasukan Drone, 100 Orang Tewas
Militer Suriah telah menerima perintah untuk melaksanakan “penarikan pasukan secara aman” dari wilayah-wilayah strategis yang telah dikuasai pemberontak, menurut tiga sumber militer.
Pemberontak memulai serangan pada Rabu, dan pada Jumat malam, ruang operasi pemberontak mengumumkan bahwa mereka telah menguasai sejumlah lingkungan di Aleppo.
Ini merupakan kembalinya pemberontak ke Aleppo untuk pertama kali sejak 2016, ketika Assad, bersama sekutunya Rusia, Iran, dan milisi Syiah regional, merebut kota itu kembali. Saat itu, pemberontak mundur setelah berbulan-bulan menghadapi pemboman dan pengepungan.
Mustafa Abdul Jaber, komandan brigade pemberontak Jaish al-Izza, menyebut kemajuan cepat mereka minggu ini didukung oleh minimnya kehadiran milisi yang didukung Iran di provinsi Aleppo.
Milisi pro-Iran di kawasan itu mengalami kerugian besar akibat serangan Israel dalam eskalasi konflik Gaza yang meluas ke Timur Tengah.
Baca Juga: Erdogan: Gempa Bumi Turki Hampir Sama Kuatnya dengan Bom Atom
Pihak oposisi menyatakan bahwa operasi ini sebagai balasan atas meningkatnya serangan terhadap warga sipil di Idlib oleh angkatan udara Rusia dan Suriah dalam beberapa pekan terakhir, serta untuk mencegah serangan lebih lanjut dari militer Suriah.
Sumber oposisi yang berhubungan dengan intelijen Turki mengklaim bahwa Turki, yang mendukung pemberontak, telah memberi izin atas serangan tersebut.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Oncu Keceli, pada Jumat menyatakan bahwa Turki berupaya menghindari ketidakstabilan yang lebih besar di kawasan itu dan memperingatkan bahwa serangan ini dapat merusak kesepakatan de-eskalasi.
Serangan ini menjadi yang terbesar sejak Maret 2020, ketika Rusia dan Turki mencapai kesepakatan untuk meredakan konflik.
Korban Sipil Berjatuhan dalam Pertempuran
Baca Juga: Korban Tewas Gempa Turki Mencapai 31.643 Orang, Lampaui Gempa 1939
Pada Jumat, televisi pemerintah Suriah membantah klaim pemberontak yang menyebut telah mencapai Aleppo, serta melaporkan bahwa Rusia memberikan dukungan udara kepada militer Suriah.
Militer Suriah mengklaim telah berhasil melawan serangan pemberontak dan menimbulkan kerugian besar di wilayah pedesaan Aleppo dan Idlib.
David Carden, Wakil Koordinator Kemanusiaan Regional PBB untuk Krisis Suriah, menyatakan, “Kami sangat prihatin dengan situasi di barat laut Suriah.” Ia menambahkan bahwa serangan selama tiga hari terakhir telah menyebabkan sedikitnya 27 warga sipil tewas, termasuk anak-anak berusia delapan tahun.
Kantor berita pemerintah Suriah, SANA, melaporkan bahwa empat warga sipil, termasuk dua mahasiswa, tewas pada Jumat akibat serangan pemberontak ke asrama mahasiswa di Aleppo. Tidak jelas apakah mereka termasuk dalam 27 korban tewas yang dilaporkan PBB.
Baca Juga: Jadi Korban Gempa Turki, Suriah Minta Bantuan Israel Meski Bermusuhan
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Jumat menyatakan bahwa Moskow menganggap serangan pemberontak sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah. “Kami mendukung otoritas Suriah untuk memulihkan ketertiban konstitusional sesegera mungkin,” ujarnya.