Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertemu sejumlah pemimpin Eropa di London untuk membahas masa depan perang Ukraina, di tengah tekanan Amerika Serikat (AS)agar Kyiv segera menyepakati rencana perdamaian dengan Rusia.
Zelensky menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz.
AS mendorong tercapainya kesepakatan cepat antara Kyiv dan Moskow. Namun bagi Ukraina, isu krusial tetap sama: potensi penyerahan wilayah kepada Rusia dan kebutuhan jaminan keamanan yang kuat agar kesepakatan benar-benar dihormati.
Menjelang pertemuan, Starmer menegaskan pentingnya “jaminan keamanan keras” bagi Ukraina dan menutup pintu bagi upaya pihak luar menentukan masa depan Kyiv.
Baca Juga: Serangan Rusia Hantam Fasilitas Energi di Ukraina Tengah, Picu Kebakaran Besar
Pertemuan ini mencerminkan tekad Eropa mendukung Ukraina, namun sekaligus menegaskan dilema mereka: menjaga tekanan pada Rusia sambil tidak memicu gesekan dengan Washington.
Kekhawatiran Eropa meningkat setelah strategi keamanan nasional terbaru AS menyinggung “ekspektasi tidak realistis” dari Eropa tentang akhir perang.
Di balik layar, para pemimpin Eropa khawatir Presiden Donald Trump menginginkan penyelesaian cepat yang hanya akan menjadi jeda sementara dari agresi Rusia.
Serangkaian insiden baru mulai dari gangguan drone di bandara Jerman dan Denmark, sabotase rel kereta di Polandia, hingga serangan siber di berbagai negara, semakin memperkuat persepsi bahwa Rusia berupaya melemahkan Eropa secara keseluruhan.
Baca Juga: Sindiran Balik Kremlin setelah Trump Ubah Sikap dan Dukung Ukraina
Meski begitu, kritik terbuka terhadap AS jarang terdengar. Sebagian besar pemimpin Eropa justru tetap memuji Trump.
Starmer menyebut Trump telah membawa negosiasi “paling jauh dalam empat tahun”, sementara Merz menyatakan keraguannya terhadap dokumen dari Washington, tetapi tetap menegaskan perlunya dialog.
Para pemimpin Eropa berhati-hati karena bergantung pada AS secara militer. Setelah bertahun-tahun minim investasi pertahanan, negara-negara Eropa belum mampu menopang keamanan regional tanpa dukungan AS, baik dalam intelijen, komando, pengisian bahan bakar udara, maupun kapasitas persenjataan.
Sementara itu, anggaran nasional yang ketat membuat peningkatan belanja militer tidak bisa dilakukan seketika.
Perbedaan pendekatan pun mencolok. Banyak negara Eropa memandang Rusia sebagai ancaman langsung, sementara strategi keamanan AS justru menekankan pentingnya “stabilitas strategis” dengan Moskow dan mempertanyakan keandalan Eropa sebagai sekutu jangka panjang.
Baca Juga: Zelenskiy: Ukraina Siap Majukan Rencana Damai, Akan Bahas Poin Sensitif dengan Trump
Pada akhirnya, pemimpin Eropa berada dalam posisi sulit: mereka harus mempertahankan dukungan bagi kedaulatan Ukraina dan stabilitas benua, namun tidak ingin memperburuk hubungan dengan sekutu terkuat mereka.
Ini adalah langkah diplomatik yang rumit sebuah upaya menyeimbangkan prinsip dan realitas geopolitik.













