Sumber: South China Morning Post | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Amerika Serikat (AS) meluncurkan perang dingin terhadap China, menurut hampir dua pertiga peneliti Tiongkok dalam survei sebuah lembaga think tank yang berbasis di Beijing.
Sebanyak 62 dari 100 responden dalam survei Institut Studi Keuangan Chongyang, Universitas Renmin, setuju, ketika ditanya, "apakah AS meluncurkan perang dingin baru melawan China?"
Melansir South China Morning Post, China, bagaimanapun, mampu mengatasi kemungkinan serangan perang dingin baru oleh AS, menurut 90% responden.
Baca Juga: Menakar kekuatan angkatan laut China versus AS, siapa yang lebih unggul?
Daftar lengkap responden tidak dipublikasikan, tetapi dari nama yang tertera, survei tersebut menghubungi perwakilan dari universitas dan lembaga think tank di China, termasuk Akademi Ilmu Sosial Tiongkok dan Pusat Pengembangan Penelitian Dewan Negara.
Ketegangan antara Beijing dan Washington berkobar di berbagai bidang, mulai Laut China Selatan, Xinjiang dan Tibet, Hong Kong, hingga wabah virus corona baru.
Niall Ferguson, sejarawan di Hoover Institution Stanford University, dalam opini yang terbit di Bloomberg News, mengatakan, perang dingin baru adalah kenyataan, dan China, bukan AS, yang memulainya.
Baca Juga: Laut China Selatan: Angkatan Laut China siap melawan Angkatan Laut Amerika!
Konflik militer antara China dan AS tidak terhindarkan
“Para pendukung kemitraan persaingan (dengan China) mengabaikan kemungkinan bahwa orang-orang China tidak tertarik menjadi orang-orang gila. Mereka tahu betul, ini perang dingin, karena mereka memulainya,” tulis Ferguson.
Sebanyak 58% responden yang Institut Studi Keuangan Chongyang survei yakin, China dan AS bisa menghindari Perangkap Thucydides, sebuah istilah yang menggambarkan konflik yang tak terhindarkan antara kekuatan yang ada dan penantang.
Konflik militer antara China dan AS tidak terhindarkan, menurut 27% respoden. Sementara 82% merasa perang dingin baru antara kedua negara akan berbeda dari konflik 1947-1991 antara AS dan Uni Soviet karena saling ketergantungan ekonomi yang lebih besar.
Baca Juga: Laut China Selatan: AS tambah daya tembak pembom B-52, China punya rudal pembunuh
Secara resmi, Beijing ingin mempertahankan hubungan yang baik dengan AS. China juga berkomitmen untuk mengimplementasikan kesepakatan perdagangan fase satu.
Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yuecheng menyatakan pada Rabu (8/7),pemisahan antara dua ekonomi terbesar dunia adalah "tidak praktis" dan tak akan menguntungkan siapa pun.
"Kita harus bekerjasama di mana saja dan kapan saja," kata Le seperti dikutip South China Morning Post.