Sumber: Euronews | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - LONDON. Riset terbaru menunjukkan bahwa algoritma Instagram secara sengaja mendorong penggunanya untuk menuju ke unggahan berisi misinformasi, konten berbahaya, hingga teori konspirasi.
Center for Countering Digital Hate (CCDH), sebuah kelompok yang melacak misinformasi menemukan fakta tersebut dalam penelitian terbarunya.
Dikutip dari Euronews, laporan yang dirilis CCDH menemukan bahwa algoritma Instagram mempromosikan kebohongan berbahaya tentang Covid-19, narasi anti-vaksin, konten supremasi kulit putih, dan informasi yang salah tentang pemilihan presiden AS 2020.
Mereka mengklaim bahwa pengguna diarahkan secara bertahap menuju konten-konten tersebut melalui fitur Suggested Posts dan Explore jika mereka tampak tertarik dengan topik terkait.
Setelah laporan tersebut dirilis, pihak Instagram menolak penelitian tersebut dengan mengatakan CCDH menggunakan sample yang terlalu sedikit. Instagram juga menilai penelitian semacam itu sudah usang.
Baca Juga: YouTube hapus lima saluran TV Myanmar yang dikelola militer
Dibantu kelompok advokasi Inggris, Restless Development, CCDH menyiapkan 15 profil di Instagram untuk mengikuti berbagai tren, halaman, dan tagar.
Hasilnya, ada 104 unggahan terkait misinformasi yang direkomendasikan ke sejumlah akun tersebut dalam kurun waktu dua bulan, yakni pada September hingga November 2020.
Riset kali ini berfokus pada algoritma baru yang diluncurkan oleh Instagram pada bulan Agustus 2020 lalu. Sistem baru ini membuat Instagram terus merekomendasikan konten terkait melalui kolom pencarian agar pengguna terus berada di dalam aplikasi.
Sederhananya, CCDH mengatakan sekali saja pengguna bersentuhan dengan konten bermuatan misfinformasi, maka Instagram akan terus merekomendasikan lebih banyak konten sejenis.
Dianggap sebagai penelitian yang cacat
Facebook Inc. sebagai induk dari Instagram mengatakan bahwa penelitian CCDH tidak cukup merepresentasikan pengguna secara umum karena jumlah sample yang terlalu sedikit.
Baca Juga: Jepang putuskan gelar Olimpiade Tokyo tahun ini tanpa penonton dari luar negeri
Kepada Euronews, juru bicara Facebook mengatakan bahwa 104 unggahan yang dijadikan patokan terlalu sedikit untuk membuktikan tuduhan mereka. Isu yang diangkat pun dianggap sudah kadaluarsa.
"Ini sangat kontras dengan 12 juta misinformasi terkait vaksin dan Covid-19 yang telah kami hilangkan dari Facebook dan Instagram sejak pandemi dimulai," ungkap juru bicara perusahaan.
Selama periode penelitian CCDH, Facebook Inc. menegaskan telah menghapus 1,17 juta unggahan dari Facebook dan Instagram karena melanggar kebijakan misinformasi.
Perwakilan Facebook tersebut juga mengatakan bahwa rekomendasi konten memang diberikan agar orang-orang yang berusaha mencari konten terkait Covid-19 dan vaksin bisa langsung diarahkan ke organisasi kesehatan atau otoritas terkait yang kredibel.
Lebih lanjut, mereka menilai metodologi di balik studi CCDH cacat dan tidak memperhitungkan bahwa platform tersebut secara proaktif mengidentifikasi konten terlarang dengan bantuan kecerdasan buatan.