Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Starbucks Corp mencatat pertumbuhan penjualan global untuk pertama kalinya dalam hampir satu setengah tahun terakhir, didorong oleh kinerja positif di pasar internasional.
Namun, bisnis di Amerika Serikat (AS) masih stagnan, sementara lonjakan harga biji kopi menekan margin keuntungan perusahaan.
Pemulihan ini menandai awal baru bagi raksasa jaringan kopi tersebut setelah beberapa kuartal penurunan penjualan yang memicu perekrutan Brian Niccol sebagai CEO pada Agustus 2024.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga & Hentikan Quantitative Tightening (QT): Apa Artinya?
Niccol meluncurkan program restrukturisasi bertajuk “Back to Starbucks”, yang mencakup penutupan ratusan gerai, penyederhanaan menu, serta percepatan layanan pelanggan.
“Kuartal ini menandai titik balik bagi operasi Starbucks di AS,” ujar Niccol kepada analis.
Namun, kenaikan tajam harga biji kopi arabika diperkirakan masih akan menjadi hambatan setidaknya hingga dua kuartal ke depan.
Harga kopi global naik lebih dari 20% sepanjang 2025, setelah melonjak 70% pada 2024, dipicu oleh tarif impor tinggi dan gangguan pasokan dari negara produsen utama seperti Brasil.
Kondisi ini menekan kinerja keuangan Starbucks. Penjualan global yang sebanding (comparable sales) naik 1%, tetapi di AS pasar terbesarnya penjualan tetap datar dan rata-rata pengeluaran pelanggan menurun.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga, Powell Isyaratkan Bisa Jadi yang Terakhir di 2025
Pendapatan per saham (EPS) kuartal keempat tercatat US$0,52, di bawah ekspektasi analis sebesar US$0,56 menurut data LSEG. Margin laba operasional anjlok menjadi 2,9%, dari 14,4% pada periode yang sama tahun lalu.
“Proses pemulihan tidak selalu berjalan linier. Kami berharap kinerja gerai di AS akan membaik secara bertahap sepanjang tahun,” kata Cathy Smith, Chief Financial Officer (CFO) Starbucks.
Smith menambahkan, perusahaan akan berhati-hati dalam menaikkan harga menu pada 2026 dan tidak berencana melakukan kenaikan harga secara luas.
Sebaliknya, Starbucks akan fokus pada efisiensi dan peningkatan pengalaman pelanggan.
Restrukturisasi Berlanjut, China Jadi Sorotan
Starbucks juga memperluas program restrukturisasi dengan menutup 627 gerai pada kuartal keempat 2025, termasuk roastery unggulan di Seattle yang berstatus serikat pekerja.
Perusahaan berencana memaparkan prospek keuangan baru pada acara investor Januari 2026, setelah sebelumnya menangguhkan panduan kinerja saat Niccol baru menjabat.
Baca Juga: Starbucks PHK Massal 900 karyawan dan Tutup Banyak Gerai, Apa Penyebabnya?
Sementara itu, di China pasar terbesar kedua setelah AS Starbucks mencatat kenaikan penjualan sebanding sebesar 2%, memperpanjang tren pemulihan yang sudah terlihat sejak kuartal sebelumnya.
Perusahaan juga menurunkan harga produk non-kopi dan memperkenalkan lebih banyak varian rasa lokal untuk menarik konsumen muda.
Namun, pangsa pasar Starbucks di China terus tergerus oleh pesaing lokal seperti Luckin Coffee dan Cotti Coffee yang menawarkan harga lebih murah di tengah perlambatan ekonomi.
Perusahaan kini tengah menjajaki penjualan sebagian besar saham bisnisnya di China guna memperkuat neraca dan fokus pada strategi global jangka panjang.
Saham Starbucks turun tipis dalam perdagangan after-market dan tercatat melemah sekitar 7% sepanjang 2025.












