Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan kendaraan listrik Tesla mengalami penurunan signifikan di berbagai pasar global, termasuk Australia.
Fenomena ini tidak hanya dipicu oleh faktor ekonomi dan persaingan, tetapi juga oleh kontroversi yang melibatkan CEO Tesla, Elon Musk.
Sikap dan pernyataan publiknya yang kontroversial dinilai berkontribusi terhadap pergeseran loyalitas pelanggan, yang kini mulai beralih ke merek lain.
Penurunan Penjualan Tesla di Australia dan Pasar Global
Mengutip ABC News, berdasarkan data dari Federal Chamber of Automotive Industries (FCAI) dan Electric Vehicle Council (EVC), penjualan kendaraan listrik (EV) hanya mencakup 4,4% dari pasar otomotif Australia pada Januari 2025, turun dari 5,5% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Trump Hapus Anggaran Jumbo! Ini Daftar Penghematan yang Sudah Dilakukan
Penurunan ini juga tercermin di pasar Eropa, di mana Tesla tidak lagi masuk dalam lima besar merek mobil terlaris.
Di Australia, penjualan Tesla mengalami penurunan sebesar 33% dibandingkan dengan Januari tahun sebelumnya. Tren ini menunjukkan bahwa konsumen mulai mempertimbangkan alternatif lain dalam memilih kendaraan listrik, baik karena faktor harga, ketersediaan produk, maupun faktor eksternal seperti persepsi terhadap merek dan pemiliknya.
Dampak Kontroversi Elon Musk terhadap Tesla
CEO Tesla, Elon Musk, kerap kali menjadi pusat perhatian publik karena berbagai pernyataan dan tindakannya yang kontroversial. Mulai dari gestur tangan yang dipertanyakan hingga cuitan yang dinilai antisemitik, Musk dinilai semakin terlibat dalam politik dan isu sosial yang berpotensi mengalienasi pelanggan setia Tesla.
Giles Parkinson, pendiri The Driven, menyatakan bahwa tindakan Musk telah berdampak langsung pada persepsi konsumen terhadap merek Tesla. Beberapa konsumen bahkan menyatakan secara terbuka bahwa mereka enggan membeli Tesla akibat keterkaitan erat merek tersebut dengan Musk.
"Kami mendengar bahwa banyak orang yang datang ke dealer mobil lain dan menyatakan bahwa mereka ingin membeli mobil listrik, tetapi bukan Tesla," ujar Parkinson.
Bahkan pemilik Tesla yang telah membeli kendaraan tersebut sebelumnya merasa tidak nyaman dan mempertimbangkan untuk menjual mobil mereka demi menjaga citra pribadi mereka yang tidak ingin dikaitkan dengan tindakan Musk.
Persaingan Ketat dari Produsen Mobil Listrik Tiongkok
Selain dampak dari kontroversi Musk, Tesla juga menghadapi persaingan yang semakin ketat dari produsen mobil listrik asal Tiongkok, seperti BYD dan MG. Merek-merek ini menawarkan kendaraan dengan harga lebih kompetitif serta kualitas yang semakin baik, sehingga menarik perhatian konsumen yang mencari alternatif lebih ekonomis.
Baca Juga: Rencana Merger Nissan-Honda Senilai US$60 Miliar Buyar! Ini Sebabnya
Data dari Australian Automotive Dealer Association (AADA) menunjukkan bahwa 34% konsumen kini kurang bersedia membeli Tesla akibat faktor Elon Musk, sementara 15% justru lebih tertarik. Namun, faktor harga tetap menjadi pertimbangan utama dalam keputusan pembelian kendaraan listrik.
Tim Brown, CEO perusahaan leasing kendaraan WhipSmart, mengungkapkan bahwa pada kuartal terakhir 2024, Tesla masih mendominasi sekitar 40% dari total penjualan kendaraan listrik melalui skema leasing. Namun, persaingan dari merek seperti BYD, MG, Volvo, Kia, Hyundai, dan GWM terus meningkat.
Popularitas Kendaraan Hybrid di Australia
Tren penjualan kendaraan listrik di Australia juga menunjukkan peningkatan minat terhadap kendaraan hybrid. Sebanyak 52% konsumen lebih mempertimbangkan kendaraan hybrid konvensional dibandingkan EV murni (39%) atau plug-in hybrid (36%).
Menurut James Voortman, CEO AADA, minat terhadap kendaraan listrik relatif stagnan meskipun harga EV mengalami penurunan dalam 12 bulan terakhir. Salah satu faktor utama yang menghambat adopsi EV adalah persepsi biaya yang masih tinggi, meskipun beberapa model EV kini tersedia dengan harga sekitar AUD 30.000.
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya pada Pasar EV
Pemerintah Australia sebelumnya menerapkan kebijakan pembebasan pajak manfaat tambahan (fringe benefits tax exemption) bagi kendaraan listrik dan plug-in hybrid, yang membantu menurunkan harga jual kendaraan tersebut.
Namun, mulai 1 April 2025, kebijakan ini tidak lagi berlaku untuk kendaraan plug-in hybrid, yang berpotensi memengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Baca Juga: Baru 24 Jam Beli, Pemilik Tesla Model Y Kena Tagihan Perbaikan Lebih dari Rp200 Juta
David Smitherman, CEO EV Direct, yang merupakan distributor BYD di Australia, menyatakan bahwa permintaan terhadap model Shark meningkat tajam sejak diluncurkan.
Namun, adanya pemogokan pekerja pelabuhan akhir tahun lalu menyebabkan keterlambatan pengiriman kendaraan, sehingga banyak konsumen yang mempertimbangkan untuk membatalkan pesanan jika kendaraan mereka tidak tiba sebelum tenggat waktu 31 Maret 2025.
Smitherman juga mengusulkan agar pemerintah memperpanjang kebijakan insentif bagi kendaraan hybrid dengan mempertimbangkan karakteristik teknologi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil sepenuhnya.