Sumber: Economic Times | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas, dipicu oleh kebijakan pembatasan akses teknologi semikonduktor yang diterapkan oleh pemerintahan Biden.
Sebagai respons, Beijing meluncurkan serangkaian langkah balasan yang menunjukkan kesiapan mereka menghadapi konflik dagang baru. Di tengah persaingan ekonomi global, kedua negara saling mengunci strategi untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya.
Kebijakan Pembatasan oleh AS
Pemerintahan Biden memberlakukan pembatasan ekspor komponen penting untuk produksi chip AI ke Tiongkok. Langkah ini menargetkan perusahaan-perusahaan besar seperti Nvidia Corp., yang selama ini memiliki pengaruh besar dalam industri semikonduktor global.
Baca Juga: Perang Teknologi AS-China Memanas! Tiongkok Lakukan Penyelidikan Terhadap Nvidia
Strategi ini bertujuan untuk membatasi kemampuan Tiongkok dalam mengembangkan teknologi canggih, terutama yang memiliki aplikasi militer.
Namun, pembatasan tersebut memicu reaksi keras dari Beijing, yang langsung meluncurkan investigasi antitrust terhadap Nvidia dan membatasi ekspor beberapa material penting seperti gallium dan germanium, yang berfungsi dalam pembuatan chip dan perangkat militer.
Strategi Balasan Tiongkok
Beijing memperluas rezim kontrol ekspornya, termasuk larangan penjualan material tertentu kepada AS. Investigasi terhadap Nvidia menjadi sinyal bahwa Tiongkok tidak segan menggunakan undang-undang antitrust untuk menekan perusahaan asing yang dianggap merugikan kepentingan nasionalnya.
Pada Desember 2023, Tiongkok melarang ekspor teknologi pengolahan tanah jarang, termasuk teknik produksi magnet. Langkah ini bertujuan untuk menjaga dominasi Tiongkok di pasar global sekaligus mencegah AS dan sekutunya membangun kapasitas produksi mandiri.
Baca Juga: Prudential Dikabarkan Akan Jual 30% Saham Eastspring
Selain melancarkan tindakan balasan, Beijing juga memprioritaskan stabilitas ekonomi domestik. Komite Politbiro berjanji memberikan dukungan ekonomi yang lebih agresif pada 2025, termasuk pelonggaran kebijakan moneter untuk meredam dampak eksternal.
Dampak dan Risiko Strategi Tiongkok
Langkah-langkah yang diambil Tiongkok terkesan simbolis namun memiliki efek jangka panjang dalam memperkuat posisi negosiasi. Pengendalian ekspor material strategis seperti gallium dan germanium memberikan Beijing "kartu tawar-menawar" terhadap AS.
Selain itu, investigasi terhadap Nvidia membuka peluang bagi Tiongkok untuk memperketat pengawasan terhadap perusahaan multinasional lainnya.
Namun, langkah-langkah tersebut tidak tanpa risiko. Ekonomi Tiongkok saat ini tengah menghadapi deflasi terpanjang abad ini dan krisis properti yang memasuki tahun keempat. Peningkatan kontrol ekspor juga berpotensi menghambat pertumbuhan sektor teknologi domestik yang masih bergantung pada impor komponen tertentu.
Baca Juga: Joe Biden Peringatkan Dampak Kebijakan Pemotongan Pajak Donald Trump
Prospek Perang Dagang Tahap Baru
Jika Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, prospek tarif tambahan terhadap Tiongkok hampir pasti akan menjadi agenda utama. Sebagai respons, Tiongkok kemungkinan akan melanjutkan strategi "tit-for-tat" dengan mengenakan tarif pada produk AS, seperti mesin, kedelai, dan daging babi.
Selain itu, Tiongkok juga dapat memanfaatkan investigasi antidumping untuk melawan subsidi besar-besaran yang diberikan AS pada industri teknologi.
Menurut Kevin Xu, seorang investor teknologi, Tiongkok semakin bersedia menunjukkan kekuatannya dalam rantai pasok global untuk mendorong kepentingan nasionalnya. Hal ini mencakup penguatan industri drone dan pengendalian pasokan tanah jarang, yang sangat penting bagi teknologi modern.