kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang dagang seret negara-negara Asia yang tak bersalah ke jurang resesi (1)


Kamis, 29 Agustus 2019 / 09:08 WIB
Perang dagang seret negara-negara Asia yang tak bersalah ke jurang resesi (1)
ILUSTRASI. Properti kota Tokyo


Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - LONDON. Kecemasan mengenai kondisi perekonomian global semakin meningkat. Tak pelak, isu mengenai resesi serta melambatnya perekonomian menjadi topik hangat yang diperbincangkan dalam beberapa waktu terakhir.

Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China membayangi perekonomian dunia. Salah satu indikasinya adalah penurunan yang terjadi di pasar finansial.

Baca Juga: Alarm dari global: Yield obligasi AS 30 tahun sentuh rekor terendah sepanjang masa

Resesi memang bukan merupakan ancaman terhadap negara-negara dengan perekonomian besar di Asia dalam jangka pendek, kendati terjadi perlambatan pertumbuhan. Namun, sejumlah negara-negara kecil -termasuk Hong Kong dan Singapura- sangat terpapar risiko.

Louis Kuijs, head of Asia economics di Oxford Economics, menyebut negara-negara Asia itu sebagai pihak yang tak bersalah yang terjebak dalam perang dagang antara Washington dan Beijing.

Baca Juga: Per 1 September, AS siap berlakukan kenaikan tarif ekstra 5% atas barang China

"Mereka adalah negara kecil dengan perekonomian terbuka, di mana perdagangan -khususnya dengan China- sangat penting sekali," kata Kuijs.

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan di negara-negara Asia dengan perekonomian terbesar, sekaligus negara-negara yang berisiko terkena resesi:

1. China

Pertumbuhan ekobomi di China terus melambat dalam beberapa tahun terakhir. Data teranyar menunjukkan, tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) China hanya tumbuh 6,2% pada kuartal dua 2019. Ini merupakan level terendah sejak 1990an.

Perang dagang di mana Washington menerapkan kenaikan pajak bernilai miliaran dollar terhadap barang-barang China kian memukul negara dengan perekonomian kedua terbesar dunia itu.

Baca Juga: Turun dari level tertinggi, harga emas masih berada dalam tren bullish

Perang dagang memukul sejumlah perusahaan China, di mana sekitar 20% ekspor China dikirim ke AS. Namun, yang membahayakan lagi adalah ketidakjelasan kapan perang dagang ini akan berakhir.

"Satu hal yang berdampak pada rencana bisnis adalah ketidak pastian perang dagang AS-China. Ini malah lebih penting dari pajak," kata Kuijs kepada BBC.

"Ketidakpastian adalah faktor utama dari kecemasan yang kami lihat secara global," tambahnya.

Baca Juga: Khawatir resesi, indeks utama Wall Street dibuka melemah

Untuk mendongkrak perekonomiannya, Beijing sudah mengambil sejumlah kebijakan tahun ini. Termasuk di antaranya pemangkasan pajak dan mendongkrak anggaran infrastruktur. Untuk 2019, pemerintah China menargetkan pertumbuhan antara 6% hingga 6,5%.

2. Jepang

Kuijs menegaskan bahwa apa yang terjadi di China akan dialami pula oleh negara-negara lain di Asia.

Perlambatan ekonomi dan perang dagang telah memukul tingkat kepercayaan bisnis di Jepang. Apalagi, negara ini juga sangat tergantung dengan ekspor, seperti barang-barang elektronik dan suku cadang mobil.

Namun, data terakhir menunjukkan, DPB Jepang naik 0,4% pada kuartal dua, lebih tinggi dari prediksi sebesar 0,1%. Ini disebabkan oleh kuatnya anggaran belanja konsumen.

Baca Juga: Penurunan harga batubara tak terbendung menjelang akhir Agustus

Kendati demikia, ekonomi Jepang masih menghadapi ancaman berupa anggaran belanja saat kenaikan pajak penjualan akan diberlakukan pada Oktober mendatang.

"Kondisi ekonomi Jepang sepertinya tidak akan sesehat saat ini, karena permintaan domestik akan melemah setelah kenaikan pajak," jelas Capital Economist Marcel Thieliant.

3. India

Sebagai negara dengan perekonomian ketiga terbesar Asia, pertumbuhan ekonomi India sudah melambat seiring melorotnya tingkat permintaan domestik dan rendahnya investasi. PDB India kuartal II merosot ke posisi terendah dalam lima tahun yakni 5,8%.

Negara ini sangat tergantung pada konsumsi domestik untuk mengerek perekonomiannya yang besar. Namun anggaran belanja masyarakat mengalami penurunan tajam atau terjadi penurunan daya beli.

Penjualan mobil, salah satunya. Pada Juli, penjualan mobil penumpang anjlok 31%, yang merupakan penurunan terburuk dalam dua dekade terakhir. Sektor ini juga telah mengalami PHK karyawan dan penurunan produksi karena minimnya penjualan.

Baca Juga: Otoritas Jepang tingkatkan pengawasan atas bank-bank lokal

Sepanjang tahun ini, bank sentral India sudah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali. Suku bunga yang berlaku saat ini berada di level terendah dalam satu dekade terakhir.

Sejumlah stimulus sudah digelontorkan pemerintah India untuk menggairahkan kembali perekonomian.


(Bersambung)




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×