Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BAKU/YEREVAN/PARIS. Kecemasan kian meningkat seiring pecahnya perang antara Armenia dan Azerbaijan. Muncul kekhawatiran baru, perang tersebut akan memicu munculnya perang regional. Terkait dengan hal itu, Prancis, Amerika Serikat, dan Rusia akan meningkatkan upaya untuk mengakhiri pertempuran antara pasukan Azeri dan etnis Armenia di Kaukasus Selatan dengan mengadakan pembicaraan di Jenewa pada Kamis (8/10/2020).
Reuters memberitakan, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan perwakilan Rusia, Prancis, dan AS juga akan bertemu di Moskow pada hari Senin untuk mencari cara membujuk pihak yang bertikai untuk merundingkan gencatan senjata.
"Kami ingin semua orang memahami bahwa adalah kepentingan mereka untuk segera menghentikan permusuhan tanpa syarat dan bahwa kami memulai negosiasi," katanya kepada komite urusan luar negeri parlemen Prancis seperti dikutip Reuters.
Le Drian tidak menjelaskan apakah ada perwakilan Armenia dan Azeri yang akan hadir, tetapi Azerbaijan mengatakan menteri luar negerinya, Jeyhun Bayramov, akan mengunjungi Jenewa pada Kamis.
Baca Juga: Presiden Iran: Perang antara Armenia dan Azerbaijan bisa menjadi perang regional
Melansir Reuters, Kementerian Luar Negeri Armenia mengatakan Menteri Luar Negeri Zohrab Mnatsakanyan akan mengunjungi Moskow pada Senin tetapi tidak memberikan rincian. Juga tidak disinggung apakah bakal ada pertemuan dengan Bayramov.
Pihak yang bertikai sejauh ini mengabaikan seruan gencatan senjata oleh Paris, Washington dan Moskow, yang telah menengahi selama hampir tiga dekade dalam konflik di Nagorno-Karabakh, daerah kantong pegunungan yang menurut hukum internasional milik Azerbaijan tetapi dihuni dan diatur oleh etnis Armenia.
Baca Juga: Armenia menuduh Turki kembali berusaha lakukan genosida di Nagorno-Karabakh
Para pemimpin Azeri dan Armenia juga berselisih tentang persyaratan untuk menghentikan pertempuran yang dimulai pada 27 September.
Lebih dari 360 orang tewas, termasuk 320 personel militer dan 19 warga sipil di Nagorno-Karabakh, dan 28 warga sipil Azeri. Itu adalah bentrokan paling mematikan sejak perang 1991-94 di Nagorno-Karabakh yang menewaskan sekitar 30.000 orang.
Azerbaijan mengatakan kota-kota Azeri di luar zona konflik juga telah diserang. Hal ini menyebabkan pertempuran semakin dekat ke wilayah di mana jaringan pipa yang menyalurkan gas dan minyak Azeri ke Eropa, dan mendorong perusahaan minyak Inggris BP untuk melihat pengetatan keamanan di fasilitasnya di Azerbaijan.
Baca Juga: Perang Armenia-Azerbaijan, Turki siap berikan dukungan apa pun untuk Azerbaijan
"Kita harus memperhatikan bahwa perang antara Armenia dan Azerbaijan tidak menjadi perang regional," kata Presiden Iran Hassan Rouhani dalam sambutan yang disiarkan televisi.
Iran, yang berbatasan dengan Armenia dan Azerbaijan, telah berbicara dengan kedua bekas republik Soviet karena kekhawatiran meningkat bahwa Turki, sekutu dekat Azerbaijan, dan Rusia, yang memiliki pakta pertahanan dengan Armenia, dapat terseret ke dalam konflik.
Baca Juga: Rudal S-400 Turki: Bisa serang target jarak 400 kilometer, 6 kali kecepatan cahaya
Persyaratan gencatan senjata
Prancis, Amerika Serikat, dan Rusia adalah ketua bersama dari Kelompok Minsk Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) yang menengahi Nagorno-Karabakh.
Turki menuduh kelompok itu mengabaikan konflik dan mengatakan tidak boleh terlibat dalam mediasi.
Le Drian membalas serangan Turki, mengulangi tuduhan - yang dibantah oleh Ankara - bahwa mereka terlibat secara militer dan mengatakan ini memicu "internasionalisasi" konflik.
Presiden Azeri Ilham Aliyev mengatakan negaranya akan mengadakan pembicaraan dengan Armenia hanya setelah fase akut konflik militer berakhir, dan menginginkan Turki terlibat dalam mediasi.
Dia juga ingin Armenia menetapkan jadwal penarikan pasukannya dari Nagorno-Karabakh dan wilayah Azeri sekitarnya.
Adapun persyaratan gencatan senjata dari Armenia adalah Turki menghentikan keterlibatannya dan melakukan penarikan tentara bayaran dan teroris mereka. Demikian pernyataan yang dimuat dalam siaran pers Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan seperti yang dikutip majalah Time.
Baca Juga: Perang Armenia-Azerbaijan, Rusia sebut banyak kelompok teror datang ke pusat konflik
Dalam komentarnya kepada Sky News, Pashinyan mengatakan Turki dan Azerbaijan sedang melakukan kebijakan genosida dan memulihkan kekaisaran Turki. Keduanya telah menepis tuduhan semacam itu di masa lalu.
Data Reuters menunjukkan, sekitar 1,5 juta orang Armenia terbunuh di bawah pemerintahan Ottoman antara tahun 1915 dan 1923. Turki menerima bahwa banyak orang Armenia yang tinggal di kekaisaran terbunuh dalam bentrokan dengan pasukan Ottoman selama Perang Dunia Pertama, tetapi membantah angka tersebut dan menyangkal bahwa pembunuhan itu diatur secara sistematis dan merupakan genosida.