kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.407.000   24.000   1,01%
  • USD/IDR 16.580   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.125   73,58   0,91%
  • KOMPAS100 1.120   14,21   1,28%
  • LQ45 780   7,86   1,02%
  • ISSI 292   2,64   0,91%
  • IDX30 406   2,01   0,50%
  • IDXHIDIV20 454   0,57   0,13%
  • IDX80 123   1,36   1,12%
  • IDXV30 131   1,14   0,88%
  • IDXQ30 128   0,32   0,25%

Perang Tanpa Peluru: Begini Cara China Menaklukkan Dunia


Kamis, 16 Oktober 2025 / 08:58 WIB
Perang Tanpa Peluru: Begini Cara China Menaklukkan Dunia
ILUSTRASI. Selama bertahun-tahun, China telah menyiapkan arsenal senjata ekonomi. REUTERS/Dado Ruvic


Sumber: Telegraph | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Investor, eksekutif, pembuat kebijakan, dan politisi dunia kini bukan hanya menatap akun Truth Social milik @realDonaldTrump. Setiap unggahan sang presiden bisa mengguncang pasar global—bahkan tatanan dunia.

Namun kini, ada kebiasaan baru yang mungkin perlu mereka biasakan: memantau pengumuman dari Kementerian Perdagangan China.

Melansir The Telegraph, pengumuman sederhana kementerian itu pekan lalu—tentang aturan baru ekspor logam tanah jarang (rare earth)—menyulut guncangan di Barat.

Beijing kini memberi dirinya sendiri hak untuk menentukan apa yang boleh dilakukan perusahaan di seluruh dunia terhadap produk yang mengandung unsur tambang atau bahan baterai asal China. Dampaknya merembet ke mobil, panel surya, hingga rudal—dan sebagian besar perusahaan tak punya alternatif lain.

“Ini bukan lagi soal perdagangan. Kita telah beralih dari trade war ke operasi zona abu-abu,” kata James Kynge, analis China di Chatham House.

Dia menambahkan, “Ini lompatan besar dalam daya tekan China terhadap Barat. Jika Beijing mau, ia bisa memanfaatkannya. Dan saat itu terjadi, dunia akan berubah total.”

Baca Juga: Harga Emas Naik, Terdorong Ketegangan AS-China dan Ekspektasi Penurunan Suku Bunga

Dari Perang Dagang ke Perang Pengaruh

Selama bertahun-tahun, China telah menyiapkan arsenal senjata ekonomi. Barang-barang China bisa ditahan atau dibanjirkan ke suatu negara. Ekspor bisa diblokir. Sebagai kreditur terbesar dunia, Beijing juga bisa memainkan pasar obligasi atau menagih pinjaman negara-negara miskin.

Negara seperti Jepang, Norwegia, Lithuania, dan Australia sudah pernah “dihukum” dengan cara ini. Kini, dunia melihat seberapa jauh Beijing berani melangkah.

Langkah baru ini diumumkan di tengah tuduhan bahwa Inggris menghentikan kasus dua mata-mata China karena terlalu bergantung pada dana dari Beijing. Di AS, Trump menanggapi dengan naik-turun emosi—mengancam tarif besar, lalu meredakan, kemudian menuduh China melakukan “tindakan ekonomi bermusuhan” lewat boikot kedelai AS.

China menegaskan tindakannya bersifat balasan (retaliatory), bukan eskalasi.

“China meniru apa yang AS lakukan selama ini,” ujar Nigel Inkster, mantan wakil kepala intelijen MI6, kini di Enodo Economics.

Baca Juga: Harga Minyak Sentuh Level Terendah 5 Bulan Imbas Ketegangan Perdagangan AS-China

Sabuk, Jalan, dan Jerat Utang

Sejak awal masa kepemimpinannya, Presiden Xi Jinping telah membangun kekuatan ekonomi ini.
Senjata paling terkenal: Belt and Road Initiative (BRI) — proyek pinjaman, hibah, dan investasi senilai US$ 1,3 triliun untuk membiayai infrastruktur di 150 negara.

Program ini membuka jalan bagi perusahaan China, mengikat ekonomi negara penerima dalam koridor perdagangan Beijing, dan membeli pengaruh politik.

Semester pertama tahun ini jadi yang terbesar: US$ 66 miliar kontrak konstruksi dan US$ 57 miliar investasi, terutama di sektor energi, logam, dan teknologi.

Kini, China telah menjadi kreditur terbesar bagi negara berkembang, menyalip IMF dan Bank Dunia. Banyak proyek yang dibiayai dengan utang disertai jaminan aset strategis.

“Kalau kamu berutang miliaran dolar ke China, kamu harus bersikap manis padanya,” kata Kynge. “Saya tidak menyebutnya paksaan, tapi leverage—yang bisa berubah jadi paksaan kapan saja.”

Contohnya, pelabuhan Hambantota di Sri Lanka yang diambil alih dengan sewa 99 tahun karena gagal bayar, dan jalur kereta Ethiopia–Djibouti yang justru membebani negara dengan utang ke Beijing.

Baca Juga: Menantang Trump, Tim Cook Janji Tambah Investasi Apple di China

Monopoli Pasokan Dunia

Senjata kedua Xi: monopoli rantai pasok global.
China memproduksi 61% logam tanah jarang dunia dan memproses 92% dari total pasokan global. Ia juga mendominasi baterai, panel surya, dan turbin angin.

Dengan begitu, Beijing bisa mengendalikan harga, laba, dan akses pasar global.

“China tak hanya bisa menahan ekspor, tapi juga bisa membanjiri pasar global dengan produk bersubsidi tinggi seperti mobil listrik dan panel surya,” kata Inkster. “Bagi Eropa, ini kekhawatiran serius.”

Sering kali, Beijing menyamarkan langkahnya dengan prosedur teknis: “larangan” ekspor disebut hanya “proses perizinan baru”, sementara boikot impor terhadap anggur, barley, dan lobster Australia diklaim sebagai “masalah sanitasi”.

“China menyamarkan tindakan politiknya sebagai sengketa teknis dagang,” ujar John Coyne dari Australian Strategic Policy Institute.

Senjata Ketiga: Investasi Strategis

Kini, China memadukan kekuatan itu dengan investasi strategis. Negara “ramah” seperti Hongaria dan Spanyol mendapat aliran dana besar—sementara “pembangkang” dibekukan.

Spanyol, misalnya, mendapat pabrik baterai €1 miliar dan dua proyek kendaraan listrik €1,7 miliar. Maka tak heran, ketika Uni Eropa menyiapkan tarif untuk mobil listrik China, Madrid-lah yang paling keras menolak.

Sementara Inggris dan Uni Eropa memperketat pengawasan investasi China, suara moderat mulai muncul.

Tonton: Trump Naikkan Tarif 100 Persen, China Gencet Kapal AS di Pelabuhan

“China bukan hanya tak bisa diabaikan—ia justru terlalu penting untuk tidak diajak kerja sama,” kata Peter Kyle, Menteri Bisnis Inggris, saat kunjungan ke Beijing.

Selanjutnya: Optimalkan Penerimaan Pajak, Ditjen Pajak Siapkan Strategi Ini

Menarik Dibaca: 7 Buah Tinggi Kandungan Air, Perbanyak Konsumsi Saat Cuaca Panas Ekstrem




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×