Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tri Adi
Kiprah Vincent Bollor mengembangkan Bollor Group menjadi kendaraan investasi memang tidak diragukan lagi. Berawal dari sebuah perusahaan keluarga berbasis komoditas, lantas menjelma menjadi perusahaan investasi besar di Eropa. Vincent berhasil mencetak akuisisi fenomenal yang membuatnya dikenal sebagai perompak korporasi. Strateginya meningkatkan kepemilikan saham di perusahaan yang diincar hingga memiliki pengaruh untuk menentukan kebijakan.
Vincent Bollor sebagai pimpinan Bollor Group dikenal sebagai corporate raiders alias perompak korporasi di Eropa. Reputasi ini didapatkan lantaran Ia berhasil mentransformasi Bollor dari sebuah perusahaan keluarga berbasis komoditas menjadi kendaraan multilevel investasi.
Aksi fenomenal Vincent tentu ketika ia berhasil membuat Edmond de Rothschild Bank menyerahkan kembali Bollore Group yang sempat ia akusisi secara gratis. Setelahnya reputasi sebagai perompak korporasi semakin melekat atas beberapa aksi fenomenal yang Vincent lakukan.
Salah satu transaksi pertama Vincent setelah Bollor kembali ke tangannya adalah ketika Ia berhasil mengakuisisi Rhin Rhone, perusahaan distribusi bahan bakar, anak usaha Elf Aqutaine. Akusisi ini cukup fenomenal dan makin melambungkan nama Vincent sebab sejak berniat mengakuisisi Rhin Rhone, penolakan sudah ditunjukkan dari Elf, pemerintah hingga para pekerja. Namun dengan pendekatan bisnis yang dia jalankan, akhirnya transaksi tetap berhasil.
Akuisisi Rhin Rhone yang terjadi sekitar tahun1980-an ini juga menjadi dasar bagi Bollor melebarkan sayap bisnis ke industri energi. Rhn Rhone adalah pondasi divisi energi Bollor. Sementara sebelumnya, Bollor merupakan perusahaan penghasil kertas.
Kemudian adapula kisah yang pasti diingat pelaku bisnis Eropa, yaitu soal siasat ciamik Vincent menduduki kursi direksi Boygues. Perusahaan konstruksi ternama di Eropa. Pada tahun 1997, Vincent yang belum diketahui oleh keluarga Boygues terus berupaya meningkatkan kepemilikan Bollor di sana hingga mencapai 10,2%.
Merasa memiliki saham yang cukup besar, Vincent akhirnya mengungkapkan jati dirinya kepada keluarga Boygues sebagai pemilik Bollor. Keluarga Boygues menerima dengan senang hati lantaran menilai intensi Vincent sebagai investor yang juga hendak membesarkan Boygues. Lobi-lobi dilakukan Vincent, hingga akhirnya ia dapat satu kursi direksi.
Duduk di kursi direksi, Vincent mulai menunjukan niat utamanya: mengontrol Boygues dan menyodorkan rencana menjual divisi telekomunikasi Boygues Telecom. Sontak rencana tersebut ditolak keluarga Boygues, dan justru berbalik arah ke Vincent.
Ia diminta mundur dari jajaran direksi. Dan melepas seluruh saham kepamilikan Boygues yang dipegang Bollor.
Upaya tersebut berhasil, Vincent mundur dan kepemilikan Bollor hilang di perusahaan itu namun Boygues harus membayar mahal aksi tersebut dengan membeli kembali saham yang dikempit Bollor. Dari aksi tersebut Bollor dapat untung hingga CHF 1,5 miliar.
Yang mengagumkan, semua tindakan Vincent sejak pertama kali membeli saham Boygues hingga dapat untung gede hanya dilakukan dalam waktu satu tahun.
Dua tahun berikutnya, Vincent mengulangi strategi ini. Kali ini sasarannya adala grup perbankan milik keluarga Lazard yakni Lazard Bank. Ketika Bollor sudah mengempit 17% kepemilikan saham Lazard, Vincent langsung menyodorkan rencana untuk mendiversifikasi bisnis Lazard. Rencana ini juga langsung ditolak keluarga Lazard. Alih-alih menyerah, Vincent justru menambah kepemilkan saham Bollore hingga 31%.
Pada tahun 2015, perusahaan investasi asal Amerika Serikat Muddy Waters pernah membuat riset dan mendeskripsikan Vincent dan Bollor sebagai operator bisnis yang kokoh, bukan sekadar penyuntik modal. Modus operandinya adalah meningkatkan kepemilikan saham kemudian menawarkan langkah radikal.
(Bersambung)