Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Yudho Winarto
NEW YORK. Untuk mendongkrak kinerja, Procter & Gamble Co (P&G) menjajaki dua opsi. Yakni melepas saham perdana atau menjual beberapa produk kecantikannya sebagai upaya menyusutkan lebih dari 100 lini produknya.
Atas rencana penjualan produk-produknya, perusahaan kelontong ini tengah berdiskusi dengan para penasihat keuangan. Menurut sumber Bloomberg, P&G perlu waktu memutuskan produk-produk mana yang akan dilepas.
Saat ini, P&G tengah mengkaji berbagai produk yang dimilikinya. Kelak, perusahaan barang konsumen ini akan melepas produk yang bukan pemimpin pasar.
P&G memiliki beberapa lini bisnis, antara lain makeup Covergirl, SKII dan shampo Herbal Essence, serta berbagai wewangian. Beberapa produk yang berpotensi dijual, misal, lini produk wewangian, serta produk-produk makeup dan salon rambut.
P&G kemungkinan akan menjual produk perawatan rambut Wella. Produk yang kemungkinan besar dipertahankan adalah merek terbesarnya, shampo Pantene dan perawatan kulit Olay.
Paul Fox, Jurubicara P&G menolak berkomentar soal rencana penjualan beberapa merek produk perawatan kecantikan ini.
Unit bisnis kecantikan P&G menghasilkan pendapatan US$ 19,5 miliar hingga tutup tahun buku Juni 2014. Unit ini menyumbang 23% total pendapatan P&G sebesar US$ 83 miliar. Meski besar, porsi unit bisnis ini stagnan dalam empat tahun terakhir.
CEO A.G. Lafley kembali bergabung dengan P&G pada Mei 2013 setelah turun dari jabatan yang sama empat tahun. Lafley membantu meraih kembali para pelanggan di berbagai kategori, termasuk detergen dan produk-produk kecantikan. Salah satu langkah besar Lafley adalah pembelian Gillette Co senilai US$ 57 miliar pada tahun 2005.
Januari lalu, P&G menyatakan, laba kuartal kedua yang berakhir Desember 2014 turun 31% karena kurs dollar AS menguat yang mempengaruhi pendapatan dari unit internasional. Lafley berupaya mengatasi penurunan penjualan akibat kurs di pasar negara berkembang dengan menjual produk-produk premium.
Tapi, strategi ini kurang manjur menahan penurunan di kuartal kedua. "Peningkatan penjualan berbagai produk tidak cukup untuk menutup penurunan akibat nilai tukar," kata Lafley ketika itu.