kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   -935,51   -100.00%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Prospek ekonomi China masih suram dalam jangka pendek


Kamis, 14 Maret 2019 / 18:37 WIB
Prospek ekonomi China masih suram dalam jangka pendek


Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan produksi industri China selama dua bulan pertama tahun ini merosot hingga ke level terendah dalam 17 tahun. Ini menunjukan pelemahan lebih lanjut negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut sehingga kemungkinan akan mendorong pemerintahnya mengeluarkan banyak insentif.

Produksi industri China hanya tumbuh 5,3% pada Januari-Februari, lebih rendah dari target awal dan terendah sejak awal tahun 2002. Produksi industri tertekan akibat lemahnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri.

China menggabungkan laporan data produksi industri Januari dan Februari untuk memperhalus distorsi akibat libur panjang Imlek. Sebelumnya, produk manufaktur diprediksi tumbuh 5,5% di dua bulan pertama dari 5,7% pada posisi Desember.

Namun, data ekonomi lain yang dirilis pada Kamis (14/3) seperti peningkatan investasi properti dan penjualan ritel cenderung stabil menujukkan ekonomi negeri tirai bambu tersebut tidak dalam perlambatan yang lebih tajam.

Sebagian besar analis memprediksi aktivitas ekonomi China mungkin tidak stabil sampai pertengahan tahun. Sebagian data terbaru seharusnya meredam kekhawatiran perlambatan tajam pada awal tahun. "Tetapi prospek jangka pendek masih terlihat suram," kata Capital Economics seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/3).

Capital Economics dan pengamat ekonomi lainnya mencatat bahwa investasi infrastruktur belum membaik seperti yang diharapkan setelah pemerintah memulai proyek jalan dan kereta api cepat tahun lalu.

Adapun data ekspor China pada Februari anjlok ke level terendah dalam tiga tahun terkahir. Itu dipengaruhi oleh tarif barang-barang Cina di AS dan lesunya permintaan global. Penghentian pekerjaan yang dilakukan perusahaan yang berorientasi ekpor telah menyebabkan pengangguran di negara itu meningkat bulan lalu. Survey tingkat pengangguran China naik menjadi 5,3% pada Februari, dari 4,9% pada Desember. Namun, masih dibawah target pemerintah 5,5%.

Penjualan ritel China tumbuh 8,25 sepanjang Januari-Februari, stabil dari posisi Desember. Namun, tingkat pertumbuhan itu masih tertahan di posisi terendah dalam 15 tahun. Penjualan mobil turun dalam delapan bulan berturu-turut. Begitu juga dengan penjualan peralatan dan furnitur melorot di awal tahun sejalan dengan penurunan 3,6% penjualan rumah.

Pemerintah China saat ini tengah mendorong insentif ekonomi karena pertumbuhan tahun 2019 terlihat mengarah ke posisi terendah dalam 29 tahun. Namun, butuh waktu tentunya bagi mereka untuk mengambil kebijakan itu.

Perdana Menteri Li Keqiang pekan lalu mengumumkan pemangkasan pajak tambahan dan anggaran infrastruktur ratusan miliar dollar, meskipun pejabat pemerintahnya berjanji tidak akan menggunakan stimulus besar-besaran seperti masa lalu yang menghasilkan pemulihan cepat di Tiongkok.

Pemerintah China pada Januari telah mengumumkan akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan konsumsi barang mulai dari peralatan ramah lingkungan hingga barang-barang berharga besar. Namun, ukuran dan cakupan skema subsidi yang akan diberikan masih belum jelas.

Selain stimulus fiskal, China juga akan banyak melakukan pelonggaran kebijakan moneter tahun ini. Bank Sentra China (PBOC) telah memotong asio pencadangan giro wajib minimum (GWM) lima kali pada tahun lalu dan sekali pada bulan Januari. Bank sentral diperkirakan akan memangkas kembali.

Bank-bank besar didorong meningkatkan penyaluran kredit kepada perusahaan-perusahaan kecil hingga lebih dari 30% tahun ini, meskipun ada risiko kredit macet. Total pinjaman bank baru mencapai rekor 3,23 triliun yuan atau setara US$ 481 miliar pada Januari.

Bank sentral juga diperkirakan akan terus mendorong penurunan bunga kredit. Tetapi sumber Reuters mengatakan, penurunan suku bunga disebut sebagai upaya terakhir jika langkah-langkah lain gagal untuk membendung penurunan ekonomi yang lebih luas.

Meskipun ada dukungan tambahan, namun menurut jajak pendapatan yang dilakukan Reuters, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan masih akan melambat menjadi 6,2% tahun ini dari 6,6% pada 2018.




TERBARU

[X]
×