Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpotensi mengadakan pertemuan bulan ini.
Namun, Kremlin menyatakan bahwa persiapan untuk pertemuan tatap muka pertama antara pemimpin Rusia dan AS tersebut dapat memerlukan waktu lebih lama.
Trump sebelumnya menyampaikan bahwa ia mungkin akan bertemu Putin bulan ini. Ia juga menepis kekhawatiran Ukraina terkait tidak dilibatkannya mereka dalam pembicaraan AS-Rusia di Arab Saudi, serta mengisyaratkan kemungkinan kesepakatan antara Kyiv dan Moskow dalam waktu dekat.
Baca Juga: China Usulkan Pertemuan Putin-Trump untuk Akhiri Perang Ukraina
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebutkan bahwa pembicaraan di Riyadh terutama membahas hubungan bilateral antara Rusia dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, ia menilai pertemuan tersebut sebagai langkah penting menuju penyelesaian konflik di Ukraina yang telah berlangsung hampir tiga tahun.
"Namun, ini baru langkah awal. Tidak mungkin menyelesaikan semuanya dalam satu hari atau seminggu. Masih ada perjalanan panjang yang harus ditempuh," ujar Peskov. Ketika ditanya apakah pertemuan Putin-Trump dapat berlangsung bulan ini, Peskov menjawab, "Mungkin. Namun, mungkin juga tidak."
Putin terakhir kali bertemu langsung dengan Presiden AS pada Juni 2021 dalam pertemuan puncak di Jenewa dengan Joe Biden. Setelah itu, komunikasi antara kedua negara dilakukan melalui sambungan telepon pada Februari 2022 serta perantara diplomatik.
Baca Juga: Gara-Gara Trump dan Putin, Zelenskyy Alami Pekan yang Sangat Buruk
Trump sebelumnya telah mengubah pendekatan kebijakan Barat terhadap Rusia dan Ukraina dengan mendorong negosiasi langsung dengan Rusia tanpa melibatkan Ukraina maupun negara-negara Eropa.
Ia juga berbicara dengan Putin mengenai penurunan harga minyak, mengingat Rusia merupakan salah satu eksportir utama minyak dunia.
Trump menyatakan keinginannya untuk mengakhiri perang serta meyakini bahwa Putin juga ingin mencapai kesepakatan.
Namun, hingga kini ia belum mengungkapkan secara rinci rencana konkret untuk menghentikan konflik yang telah menyebabkan kehancuran di berbagai wilayah Ukraina, menewaskan atau melukai ratusan ribu orang, serta meningkatkan kekhawatiran akan konfrontasi langsung antara Rusia dan Amerika Serikat sebagai dua kekuatan nuklir terbesar dunia.
Pembicaraan di Riyadh menjadi pertemuan pertama antara AS dan Rusia yang bertujuan untuk mengakhiri perang yang disebut sebagai konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Baca Juga: Trump: Putin dan Zelenskiy Ingin Damai
Tidak ada perwakilan Ukraina maupun Eropa yang diundang dalam pertemuan tersebut. Kyiv menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima kesepakatan apa pun yang dipaksakan tanpa persetujuan mereka.
Konflik di Ukraina timur bermula pada 2014 setelah tergulingnya presiden pro-Rusia dalam Revolusi Maidan, yang diikuti dengan aneksasi Krimea oleh Rusia dan pertempuran antara pasukan Ukraina melawan kelompok separatis yang didukung Moskow.
Pada 2022, Putin mengerahkan pasukan ke Ukraina dalam apa yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus" dengan dalih melindungi komunitas berbahasa Rusia serta mengantisipasi ancaman dari potensi keanggotaan Ukraina di NATO.
Ukraina dan negara-negara Barat menilai tindakan Rusia sebagai upaya ekspansi wilayah yang mengancam keamanan Eropa.
Baca Juga: Donald Trump: Saya Siap Bertemu Putin Kapan Pun Mereka Mau
Mereka juga memperingatkan bahwa Rusia bisa saja melanjutkan agresinya ke negara-negara anggota NATO di masa mendatang, meskipun Kremlin membantah klaim tersebut.