Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - YANGON. Junta Myanmar memberlakukan darurat militer di beberapa bagian Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, pada Senin (8/2), setelah ratusan ribu orang berkumpul di seluruh negeri menentang kudeta.
Darurat militer mencakup tujuh distrik di Mandalay, melarang orang melakukan unjuk rasa atau berkumpul dalam kelompok-kelompok yang terdiri lebih dari lima orang.
Dan, jam malam akan berlaku mulai pukul 8 malam sampai 4 pagi, Departemen Administrasi Umum Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan Senin (8/2), seperti dikutip Channel News Asia.
Junta juga menerapkan darurat militer di Ayeyarwaddy, distrik di Selatan Mandalay. Pengumuman darurat militer di tempat lain akan keluar malam ini.
Baca Juga: Akses internet di Myanmar kembali pulih
"Perintah (darurat militer) ini diterapkan sampai pemberitahuan lebih lanjut," bunyi pernyataan salah satu distrik di Mandalay. “Beberapa orang berperilaku mengkhawatirkan yang bisa membahayakan keselamatan publik dan penegakan hukum".
"Perilaku tersebut dapat memengaruhi stabilitas, keselamatan masyarakat, penegakan hukum, dan keberadaan desa yang damai dan bisa menimbulkan kerusuhan," sebut pernyataan itu.
"Oleh karena itu, perintah ini mencakup larangan berkumpul, berbicara di depan umum, protes dengan menggunakan kendaraan, unjuk rasa," imbuh pernyataan tersebut, seperti dilansir Channel News Asia.
Kemungkinan tindakan keras dari militer Myanmar
Militer Myanmar sejauh ini menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan mematikan terhadap demonstrasi yang melanda sebagian besar negara. Tetapi, dengan tekanan yang membuat polisi anti-huru hara menembakkan meriam air dalam upaya membubarkan ribuan orang yang berkumpul di Naypyidaw.
Baca Juga: Unjuk rasa anti-kudeta militer terjadi di kota-kota Myanmar
Militer pekan lalu menahan Aung San Suu Kyi dan puluhan anggota lain dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), mengakhiri satu dekade pemerintahan sipil dan memicu kecaman internasional.
Dalam menghadapi gelombang pembangkangan yang semakin berani, lembaga penyiaran negara MRTV memperingatkan, penentangan terhadap junta melanggar hukum dan menandakan kemungkinan tindakan keras.
"Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum dengan langkah-langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik, dan supremasi hukum," kata pernyataan yang dibacakan oleh seorang penyiar MRTV.
Di Yangon, ibu kota komersial Myanmar, kerumunan orang tumpah ke jalan-jalan utama di kota itu, melumpuhkan lalu lintas.
"Ganyang kediktatoran militer" dan "bebaskan Aung San Suu Kyi", teriak pengunjuk rasa, menunjukkan tiga jari yang melambangkan gerakan mereka saat klakson mobil dibunyikan sebagai bentuk dukungan.