Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan rokok asal Amerika Serikat (AS), Philip Morris International Inc. mundur dari kesepakatan merger dengan Altaria Group Inc untuk memiliki Juul Labs yang merupakan produsen rokok elektrik atau vape.
Gagalnya kesepakatan ini dikarenakan pelarangan penggunaan rokok vape sehingga dikhawatirkan industri ini akan seret.
Baca Juga: Trump: Kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang dengan China bisa lebih cepat
Seperti diketahui, Altria Group Inc memiliki saham Juul Labs sebesar 35% dari total saham. Padahal, bulan lalu Philip Morris mengumumkan kesepakatan merger ini sudah tahap akhir dengan nilai US$ 187 miliar. Philip bahkan telah merencanakan peluncuran produk pemanas rokok elektrik secara bersama-sama, bernama iQOS di AS.
Masuknya Philip Mooris pada rokok elektrik, berpotensi mendominasi pasar vape secara global. Hal ini memperlihatkan bagaimana perusahaan – perusahaan rokok bersatu kembali dalam satu dekade setelah pecah dan menciptakan industri lebih besar dengan nilai pasar US$ 187 miliar, atau tiga kali lipat dari saingan terdekatnya, British American Tobacco Plc.
Ketika kesepakatan hampir beres, Philip Morris justru menjauh dari negosiasi. Penyebabnya, perusahaan khawatir risiko pelarangan rokok Vape ini, menurut sumber yang tahu tentang kesepakatan tersebut. Philip Morris juga prihatin dengan kinerja sahamnya, di mana investor khawatir kesepakatan tersebut akan membuat mereka tidak suka.
Rokok elektrik seperti vape, menguapkan cairan yang mengandung Nikon dan ini menjadi kekhawatiran dari berbagai negara. Pengawasan ketat di pasar dalam negeri terjadi ketika para remaja menggunakan rokok elektrik ini.
Baca Juga: Perang dagang mereda kian nyata, China siap membuat kemajuan dengan AS
Akibatnya, perusahaan menghadapi larangan pemerintah AS sehingga mereka menangguhkan semua iklan di negara itu.