Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - MUMBAI. Nilai tukar rupee India diperkirakan akan dibuka stabil pada perdagangan Kamis (7/8/2025), meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengetatkan kebijakan perdagangan dengan mengenakan tarif tambahan terhadap barang impor asal India.
Mengutip proyeksi non-deliverable forward (NDF) 1 bulan, rupee diprediksi bergerak di kisaran 87,70–87,75 per dolar AS, nyaris tidak berubah dari penutupan Rabu (6/8) di level 87,7325.
Baca Juga: Trump Naikkan Tarif Impor Barang India 25%, Hubungan Dagang AS-India Memanas
Pasar saham India juga menunjukkan reaksi minim. Indeks GIFT Nifty futures mengindikasikan pembukaan yang cenderung datar.
Pada Rabu waktu setempat, Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 25% terhadap berbagai produk India, dengan alasan hubungan energi India yang masih erat dengan Rusia.
Tarif baru ini mulai berlaku 28 Agustus 2025 dan bisa membuat bea masuk pada beberapa komoditas ekspor India naik hingga 50%—salah satu yang tertinggi untuk mitra dagang AS.
Baca Juga: Hubungan dengan AS Memanas, PM India Bakal Kunjungi China Setelah 7 Tahun
Pasar Sudah Antisipasi
"Kami sudah memperkirakan tarif tambahan akan datang, terutama setelah berbagai sinyal dari Trump belakangan ini," ujar seorang trader valuta asing dari bank swasta India.
Menurutnya, baik rupee maupun pasar saham India telah "memasukkan" risiko tarif tersebut ke dalam harga, sehingga reaksi pasar cenderung tenang.
Ia juga menyebut respons rupee yang terkendali kemungkinan mencerminkan tekad Reserve Bank of India (RBI) untuk menjaga agar nilai tukar tidak menembus rekor terlemah di level 87,95 per dolar AS.
Pada Selasa lalu, bank sentral India diduga melakukan intervensi lewat bank-bank milik negara untuk menstabilkan nilai tukar saat rupee mendekati level kritis tersebut.
Baca Juga: Bank Sentral India Tahan Suku Bunga Acuan di Tengah Ancaman Tarif Trump
Risiko Geopolitik Meningkat
Hubungan dagang India-AS kini memasuki fase yang lebih genting, diwarnai saling balas tarif dan ketegangan akibat kerja sama energi India dengan Rusia. Kondisi ini meningkatkan risiko volatilitas di pasar keuangan India.
Dalam catatannya, Barclays Bank menyebut tarif tambahan dari AS bukan hal yang mengejutkan, terutama mengingat ancaman sebelumnya dari Presiden Trump.
Namun, jika diterapkan sepenuhnya, langkah ini bisa "secara nyata merusak prospek pertumbuhan ekonomi India".
Baca Juga: Rusia Geram, Sebut Ancaman Tarif Trump atas India Merupakan Aksi Ilegal
Meski demikian, Barclays menilai pengumuman ini lebih merupakan taktik negosiasi ketimbang kebijakan final.
Citi Research juga mencatat bahwa masa tenggang 21 hari sebelum tarif berlaku penuh masih memberi ruang bagi kedua negara untuk melakukan negosiasi dan kemungkinan mengurangi besaran tarif akhir.