Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - PBB. Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran di pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung pada hari Rabu (18/12/2024). Kecemasan AS adalah Rusia hampir menerima program senjata nuklir Korea Utara.
Di sisi lain, Moskow dan Pyongyang membela kerja sama mereka yang semakin meningkat.
Reuters melaporkan, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pada bulan September bahwa Moskow memandang gagasan "denuklirisasi" Korea Utara sebagai masalah tertutup, karena memahami logika Pyongyang yang mengandalkan senjata nuklir sebagai dasar pertahanannya.
"Yang mengkhawatirkan, kami menilai bahwa Rusia mungkin hampir menerima program senjata nuklir Korea Utara, membalikkan komitmen Moskow selama puluhan tahun untuk denuklirisasi Semenanjung Korea," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Dia menambahkan, "Kami yakin bahwa Moskow akan semakin enggan untuk tidak hanya mengkritik pengembangan senjata nuklir Pyongyang, tetapi juga semakin menghalangi pengesahan sanksi atau resolusi yang mengutuk perilaku Korea Utara yang tidak stabil."
Korea Selatan dan Inggris sama-sama mengkritik pernyataan Lavrov, dengan mengatakan bahwa ia telah merusak rezim nonproliferasi global.
Baca Juga: Korea Utara Diprediksi Akan Segera Memasok Rudal Balistik untuk Rusia
Wakil Duta Besar Inggris untuk PBB James Kariuki menggambarkan komentar Lavrov sebagai penyimpangan yang sembrono dari prinsip yang disepakati tentang perlucutan senjata yang lengkap, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia tidak merujuk pada program nuklir Korea Utara ketika ia berpidato di hadapan dewan. Ia membela kerja sama yang berkembang antara Moskow dan Pyongyang sebagai hak kedaulatan Rusia.
"Kerja sama Rusia dengan DPRK ... sesuai dengan hukum internasional, bukan pelanggaran terhadapnya," katanya, menggunakan akronim untuk nama resmi Korea Utara.
Nebenzia menambahkan, "Ini tidak ditujukan terhadap negara ketiga mana pun. Ini tidak menimbulkan ancaman apa pun bagi negara-negara di kawasan atau komunitas internasional, dan tidak diragukan lagi kami akan terus mengembangkan kerja sama semacam itu."
Rusia telah menjalin hubungan diplomatik dan militer yang lebih erat dengan Korea Utara sejak menginvasi Ukraina pada Februari 2022 dan Presiden Rusia Vladimir Putin serta pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah saling mengunjungi negara masing-masing.
Baca Juga: 10 Negara Uni Eropa Tuntut Sanksi yang Lebih Luas Atas Logam Rusia, Ini Alasannya