Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - DOBROPILLIA. Ancaman serangan Rusia yang kian mendekat tidak menyurutkan tekad sebagian warga di wilayah timur Ukraina untuk tetap tinggal di rumah mereka.
Di Dobropillia, kawasan yang terus digempur artileri, bom, dan drone Rusia dari jarak sekitar 15 kilometer, sejumlah warga menolak dievakuasi meski risiko keselamatan semakin besar.
Salah satunya Kateryna Lomova, perempuan berusia 97 tahun, yang bersikeras tidak meninggalkan rumah tuanya yang sudah rusak berat.
Baca Juga: Rusia Kirim Ulang Syarat Perdamaian Ukraina ke AS, Pertemuan Trump–Putin Diragukan
Saat tim penyelamat kepolisian dan keluarganya memohon agar ia pergi, Lomova hanya menggeleng pelan. “Tidak sekarang. Mungkin nanti, tapi bukan sekarang,” ujarnya dari ambang pintu, dibalut pakaian tebal dan kerudung hijau cerah.
Wilayah Dobropillia merupakan salah satu dari banyak kota dan desa di Donetsk yang luluh lantak akibat serangan bertahun-tahun dan kini menghadapi ancaman lebih besar seiring pergerakan pasukan Rusia yang terus mendekat.
Tim penyelamat White Angel, bagian dari kepolisian regional, berpatroli setiap hari menyisir pemukiman untuk mencari warga yang bersedia dievakuasi.
Mereka dilengkapi senapan dan perangkat pemantau drone, sementara suara artileri terdengar bersahutan dari kejauhan.
Baca Juga: Rusia Gempur Ukraina dengan 728 Drone Usai Trump Janji Kirim Lebih Banyak Senjata
Jalan-jalan utama ditutup jaring kamuflase untuk menghindari pantauan drone, yang kini menjadi penyebab kematian terbesar di garis depan. Sepanjang rute tampak mobil-mobil hangus dan rumah-rumah yang hancur.
Banyak warga sebenarnya ingin pergi, tetapi sebagian tetap bertahan karena sakit, berusia lanjut, atau tidak memiliki tempat yang bisa dituju.
Dalam kasus Lomova, keluarga di Spanyol bahkan mencoba meyakinkan melalui panggilan video bahwa ia dapat menempuh perjalanan ke Eropa untuk bergabung dengan mereka.
Namun, tawaran tim White Angel untuk membawanya ke Kramatorsk dan kemudian diteruskan 100 kilometer ke Pavlohrad tetap ditolak.
Di desa-desa yang lebih parah, seperti Kryvorizhzhia, warga menggambarkan pola serangan yang semakin intens. “Mereka menghapus desa dari peta, jalan demi jalan,” kata Olena Kotova, 56 tahun, yang akhirnya memutuskan pergi.
Baca Juga: Serangan Ukraina di Belgorod Rusia Putuskan Listrik Ribuan Warga
“Rudal, drone Shahed, semuanya datang bertubi-tubi,” tuturnya.
Menurut anggota White Angel, Gennadii Yudin, ada pula warga yang sebelumnya sudah selamat dievakuasi tetapi memilih kembali ke rumah yang rusak, termasuk keluarga dengan anak-anak. Banyak dari mereka kemudian kembali menjadi korban.
“Sebagian orang tua tidak memahami betapa besar bahayanya,” ujarnya.
Yudin mencontohkan satu keluarga yang terluka saat mengambil air dekat kota Kostiantynivka beberapa hari lalu. Sementara itu, Lomova mengatakan jendela rumahnya baru saja pecah akibat ledakan, tetapi ia tetap bersikukuh bertahan.
Baca Juga: Rusia Perluas Larangan Masuk bagi Warga Inggris terkait Ukraina
Ketika tim kembali untuk memastikan apakah ia berubah pikiran, jawabannya tetap sama. “Siapa yang tahu kapan? Saya tidak ingin meninggalkan rumah saya,” tuturnya dengan kepala tertunduk.













