Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara langsung mengonfrontasi Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dengan klaim keliru dan sensasional tentang genosida terhadap warga kulit putih serta perampasan tanah, dalam pertemuan tegang di Gedung Putih pada Rabu (21/5) waktu setempat.
Momen ini mengingatkan pada pertemuan Trump sebelumnya yang kontroversial dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Februari lalu.
Afrika Selatan memang memiliki salah satu tingkat pembunuhan tertinggi di dunia, namun mayoritas besar korbannya adalah warga kulit hitam.
Baca Juga: Viral! Trump Bagikan Video Palsu Pukul Musisi Bruce Springsteen dengan Bola Golf
Ramaphosa datang dengan harapan memperbaiki hubungan negaranya dengan AS, setelah Trump membatalkan bantuan penting bagi Afrika Selatan, memberikan suaka kepada minoritas kulit putih Afrikaner, mengusir duta besar Afrika Selatan, serta mengecam gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional.
Mengantisipasi sambutan yang agresif, Ramaphosa menyertakan tokoh-tokoh kulit putih terkenal seperti pegolf Ernie Els dan Retief Goosen, serta miliarder Johann Rupert, sebagai bagian dari delegasinya.
Ia juga berniat membahas kerja sama perdagangan. AS merupakan mitra dagang terbesar kedua Afrika Selatan terlebih negara tersebut tengah menghadapi ancaman tarif sebesar 30% akibat kebijakan proteksionis Trump.
Namun, di ruang Oval yang ditata khusus, Trump langsung melontarkan sederet tudingan terkait perlakuan terhadap warga kulit putih di Afrika Selatan.
Ia memutar sebuah video dan menunjukkan tumpukan artikel berita cetak yang disebutnya sebagai “bukti”.
Baca Juga: Penembakan Tragis Terhadap Staf Kedutaan Israel di Washington DC, Trump Angkat Bicara
Dengan pencahayaan diredupkan atas permintaan Trump, video yang ditayangkan memperlihatkan deretan salib putih yang disebut sebagai “kuburan warga kulit putih” serta cuplikan pidato tokoh oposisi seperti Julius Malema. Trump bahkan menyarankan Malema seharusnya ditangkap.
Padahal, video tersebut direkam pada 2020 saat aksi protes setelah dua orang tewas di lahan pertanian. Salib-salib dalam video itu bukanlah makam sebenarnya.
Salah satu penyelenggara aksi mengatakan kepada penyiar publik Afrika Selatan bahwa salib tersebut hanya simbolisasi petani yang telah tewas selama bertahun-tahun.
“Banyak yang merasa teraniaya dan datang ke AS,” ujar Trump.
“Jika kami merasa ada penganiayaan atau genosida, kami menerima mereka.”
Ia secara spesifik merujuk pada petani kulit putih.
“Orang-orang melarikan diri dari Afrika Selatan demi keselamatan. Tanah mereka dirampas, dan dalam banyak kasus mereka dibunuh,” tambahnya, menggemakan teori konspirasi yang sudah lama beredar di forum sayap kanan global yang juga sering didukung oleh Elon Musk, sekutu Trump kelahiran Afrika Selatan, yang turut hadir dalam pertemuan itu.
Afrika Selatan, yang baru meninggalkan era apartheid pada 1994 dan kini menganut sistem demokrasi multiras, menolak keras tudingan Trump.
Baca Juga: DPR AS akan Voting RUU Pajak dan Belanja 'Raksasa' Usulan Presiden Trump
Undang-undang reforma agraria terbaru yang mengizinkan pengambilalihan tanah tanpa kompensasi hanya berlaku jika berada dalam kepentingan publik, misalnya tanah menganggur.
Hingga kini, belum ada satu pun pengambilalihan seperti itu yang terjadi, dan prosesnya dapat digugat di pengadilan.
Kepolisian Afrika Selatan mencatat 26.232 kasus pembunuhan sepanjang 2024. Hanya 44 di antaranya terkait komunitas pertanian, dan dari jumlah itu, delapan adalah petani.
Ramaphosa tetap tenang dan membantah klaim Trump. “Kalau benar ada genosida terhadap petani kulit putih, saya yakin tiga pria ini (Els, Goosen, Rupert) tidak akan duduk di sini,” ujarnya.
Namun Trump tetap bersikeras. “Kami punya ribuan cerita tentang ini. Dokumenter, laporan berita. Ini harus ditanggapi,” tegasnya.