Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pasar saham Asia melonjak pada hari Selasa, mengikuti reli global setelah tercapainya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang berhasil meredakan kekhawatiran terhadap resesi global.
Indeks Nikkei Jepang naik 2%, mencapai level tertinggi sejak 25 Februari. Sementara itu, indeks Taiwan Weighted juga mengalami lonjakan sebesar 2%. Saham-saham Tiongkok daratan menunjukkan kenaikan moderat pada awal perdagangan.
Lonjakan tersebut mendorong indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang mencapai puncak tertinggi dalam enam bulan terakhir. Dari sisi Wall Street, S&P 500 meningkat lebih dari 3%, sedangkan Nasdaq melonjak sebesar 4,3% setelah kedua negara ekonomi terbesar dunia itu menyepakati pemangkasan tarif selama setidaknya 90 hari.
Perubahan Nada Diplomatik Dorong Optimisme Pasar
Menurut Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Bank Singapura, perubahan nada komunikasi antara AS dan Tiongkok menjadi kunci utama pemulihan pasar. “Kata-kata seperti ‘saling menghormati’ dan ‘martabat’ menandai pergeseran drastis dari retorika konfrontatif sebelumnya. Inilah yang disambut positif oleh pasar global,” ujarnya.
Baca Juga: Bursa Asia Berseri Selasa (13/5) Pagi, Mengekor Wall Street Usai Kesepakatan AS-China
Kesepakatan sementara tersebut mencakup pemangkasan tarif AS atas impor dari Tiongkok dari 145% menjadi 30%, sementara Tiongkok mengurangi bea masuk atas barang-barang AS dari 125% menjadi 10%.
Dampak Terhadap Dolar AS dan Pasar Obligasi
Dolar AS sempat melonjak terhadap yen, euro, dan franc Swiss sesaat setelah pengumuman kesepakatan, sebelum mengalami sedikit pelemahan pada Selasa pagi, meski tetap mempertahankan sebagian besar keuntungannya.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga meningkat, dengan yield obligasi dua tahun berada di 3,9873% dan yield 10 tahun mencapai 4,4512%, mendekati level tertinggi satu bulan.
Ketidakpastian Masih Membayangi
Meski ada jeda sementara dalam eskalasi tarif, para analis tetap berhati-hati terhadap prospek jangka panjang. Christopher Hodge, Kepala Ekonom AS di Natixis, menegaskan bahwa walaupun penurunan tarif ini tampak positif, kebijakan tarif yang tetap tinggi akan tetap menekan pertumbuhan ekonomi AS.
Menurut lembaga pemeringkat Fitch Ratings, tarif efektif AS saat ini berada di level 13,1%, turun dari 22,8% sebelum kesepakatan, namun masih jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 2,3% pada akhir 2024 — dan mencerminkan level tertinggi sejak tahun 1941.
Fokus Bergeser ke Data Inflasi AS
Perhatian investor kini beralih ke data inflasi konsumen (CPI) AS yang dijadwalkan rilis dalam waktu dekat. Jika data menunjukkan pelemahan inflasi, hal ini bisa memperkuat harapan pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga: Ketegangan Global Mereda, Bursa Saham Asia Terlihat Lega
Matt Simpson, analis pasar senior di City Index, menyatakan, “Jika data CPI kembali melemah, pasar bisa kembali fokus pada arah kebijakan The Fed dan peluang pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menekan penguatan dolar lebih lanjut.”
Saat ini, pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 57 basis poin pada tahun ini, menurun dari ekspektasi sebelumnya yang mencapai lebih dari 100 basis poin pada pertengahan April saat ketegangan tarif memuncak.
Perkembangan Pasar Lain: Kripto, Minyak, dan Emas
Di pasar mata uang kripto, Bitcoin turun tipis sebesar 0,5% menjadi USD 102.146 pada hari Selasa, namun tetap bertahan di atas level psikologis USD 100.000 yang berhasil ditembus minggu lalu.
Harga minyak mentah sedikit terkoreksi setelah menyentuh level tertinggi dua minggu pada sesi sebelumnya, didorong oleh optimisme kesepakatan dagang. Sementara itu, harga emas stabil setelah anjlok 2% pada hari Senin, karena investor mulai keluar dari aset-aset safe haven.