Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Setelah lulus dari bangku kuliah, Scott Farquhar memilih berwirausaha ketimbang bekerja di perusahaan beken seperti teman-temannya. Di awal mendirikan bisnisnya, Atlassian, Farquhar mengakui cukup sulit. Sebab, ia harus membesarkan bisnis tanpa bantuan dana dari pemodal. Selama delapan tahun, ia membangun bisnisnya dari koceknya sendiri. Baru di tahun 2010, Accelt Partners setuju menyuntikkan dana hingga US$ 60 juta untuk pertumbuhan Atlassian.
Menjadi penyedia layanan informasi teknologi (IT) bagi bisnis online pertama di Australia bukan perkara mudah. Scott Farquhar harus bekerja keras di awal-awal membangun bisnisnya. Kepada media Australia, miliarder berusia 35 tahun ini menyebut bisnis yang dibangunnya cukup mengerikan dan tidak menyenangkan. Ia memulai pekerjaan sejak pukul 03.00 pagi dengan bayaran US$ 300 saban minggu.
Perkenalannya dengan komputer terjadi sejak kecil. Pada tahun 1990, anak pertama dari empat bersaudara ini merengek minta dibelikan komputer ke orangtuanya. Farquhar ingin seperti teman-teman sekolahnya yang saat itu keranjingan bermain gim.
Tetapi keinginannya tidak bisa terpenuhi karena sang orangtua tidak memiliki sepeser uang untuk membeli komputer. Dua tahun kemudian, Farquhar kecil baru memiliki komputer bekas pertamanya. Rasa penasaran yang cukup besar membuat Farquhar mengutak-atik komputernya. Sehingga, pria lulusan University South Wales ini berhasil menjadi pemenang kontes merakit komputer ketika dia duduk di bangku SMA.
Saat berusia 18 tahun, Farquhar bertemu dengan Mike Cannon Brookes. Keduanya lantas menjalin persahabatan sekaligus mendirikan bisnis perangkat lunak dengan nama Atlassian, empat tahun kemudian. Pilihannya jatuh ke bisnis IT karena ia tidak harus berpikir keras. Sebab, Farquhar pandai dan mahir di bidang matematika serta sains.
Pada tahun 2002 atawa empat tahun setelah pertemuan Farquhar dengan Brookes, Atlassian berdiri. Saat teman-teman kuliahnya memilih bekerja di PricewaterhouseCoopers dan IBM, Farquhar memilih membesarkan Atlassian. Menurutnya, gaji yang diterima kawan-kawannya sekitar US$ 48.500 tak bisa memenuhi kebutuhan gaya hidup eksekutif muda.
Tanpa suntikan modal dari lembaga keuangan seperti perbankan ataupun lembaga modal ventura, Farquhar memulai bisnisnya secara mandiri. Ia memakai modal dari kantong pribadi. Jalan yang diambil oleh Farquhar ternyata membawanya ke tangga kesuksesan.
Bisnis Farquhar kian menggeliat. Sejak dibangun pertama kali, penjualan layanan IT yang ditawarkan Atlassian bertumbuh hingga 30% setiap tahunnya. Malah, perusahaan ini dapat merengkuh 22.000 pelanggan dan mempekerjakan 450 karyawan dalam waktu 10 tahun. Kantornya tak cuma di Sydey, Australia, tetapi juga di San Fransisco, Amerika Serikat (AS).
Setelah delapan tahun tanpa sokongan dana segar dari investor, Furquhar akhirnya menerima pinangan dari Accelt Partners pada tahun 2010. Suntikan modal yang dikucurkan Accelt Partners kepada Atlassian mencapai US$ 60 juta. Duit ini bakal dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis ke depannya.
Dalam kesehariannya, Farquhar adalah pribadi yang sederhana. Pria yang sering menggunakan T-shirt ini mengatakan jika apa yang telah dicapainya ini berasal dari pertolongan orang lain. "Saya selalu percaya bahwa jika Anda dapat dapat membantu seseorang memulai bisnis," kata Farquhar.
Caranya untuk berterima kasih cukup unik. Tak segan-segan Farquhar mengeluarkan koceknya untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Secara rutin, Atlassian menyumbang satu persen dari pendapatan perusahaan untuk kegiatan amal.
Selain berbagi materi, Farquhar ingin menularkan ilmunya kepada orang lain supaya mereka juga bisa sesukses dirinya. Namun, karena kesibukan, Farquhar tak sempat membalas setiap surat elektronik (email) yang masuk. Umumnya, pengirim surat elektronik meminta nasihat bagaimana cara memulai bisnis supaya bisa setenar seperti dia saat ini. n
(Bersambung)