Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Suriname dan Jawa memiliki sejarah yang erat. Negara yang bernama Republik Suriname ini memiliki penduduk beretnis Jawa mencapai 15 persen dari total penduduk.
Suriname merupakan negara di kawasan Amerika Selatan yang beribu kota di Paramaribo. Negara yang memiliki bahasa nasional Belanda ini merayakan hari kemerdekaannya setiap 25 November.
Berdasarkan data Worldometers, total penduduk Suriname per 16 September 2020 mencapai 587.727 jiwa. Komposisi agama yang dianut rinciannya adalah Hindu (27,4%), Protestan (25,2%), Katolik Roma (22,8%), Islam (19,6%), termasuk Javanisme dan Animisme yang diakui pemerintah.
Sementara mata uang yang digunakan adalah Suriname Dollar (SRD). Kemudian, etnis suku antara lain adalah Hindustan (37%), Kreol (31%), Jawa (15%), Marrons (10%), Amerindian (2%), China (2%), bangsa kulit putih (1%), dan lainnya (2%).
Baca Juga: Daftar negara Amerika Latin dan awal mula istilahnya
Sejarah Suriname
Dirangkum dari laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, wilayah Suriname mulai dikenal sejak abad ke 15, ketika bangsa-bangsa Eropa berlomba menguasai Guyana, suatu dataran luas yang terletak di antara Samudera Atlantik, Sungai Amazone, Rio Negro, Cassiquiare dan Orinoco.
Dataran tersebut awalnya oleh para ahli kartografi diberi nama Guyana Karibania. Guyana berarti dataran luas yang dialiri banyak sungai, dan Karibania dari kata Carib -nama penduduk asli yang pertama kali mendiami dataran tersebut.
Dalam legenda El Dorado, Guyana digambarkan sebagai wilayah yang kaya kandungan emas, yang mendorong orang-orang Eropa untuk bersaing menguasai kawasan itu. Pada 1449 pelaut Spanyol, Alonzo de Hojeda dan Juan de La Cosa berlayar menyusuri pantai timur laut Amerika Selatan, dan Guyana berhasil dikuasai atas nama Raja Spanyol.
Selama abad ke 16 dan 17, Guyana silih berganti dikuasai Spanyol, Belanda, Inggris, Prancis dan Portugal. Akibatnya, wilayah Guyana terbagi menjadi 5 bagian, yaitu Guyana Espanola (bagian dari Venezuela sekarang), Inglesa (Guyana sekarang), Holandesa (Suriname), Francesa (Cayenne), dan Portuguesa (bagian dari wilayah Brazil).
Baca Juga: Inilah profil Didi Kempot, sang penyanyi campursari legendaris
Tahun 1651 Suriname direbut Inggris, sampai saat penandatanganan perjanjian perdamaian Breda tahun 1667. Dalam perjanjian tersebut, Inggris menyerahkan kembali Suriname, ditukar dengan wilayah kekuasaan Belanda di New Amsterdam, Amerika Utara (sekarang disebut Manhattan, New York, AS).
Pada 15 Desember 1954, pemerintah Belanda dan beberapa wakil dari Suriname menandatangani memorandum rencana pengakhiran penjajahan. Lalu, pada konferensi Meja Bundar tahun 1961, para wakil Suriname yang dipimpin Johan Adolf Pengel menuntut dibentuknya pemerintahan sendiri.
Tuntutan itu semakin kuat dengan berdirinya beberapa partai politik (parpol). Pada tahun 1970 diselenggarakan konferensi di Belanda untuk membicarakan persiapan pelepasan Suriname, dan menyusun kabinet yang terdiri dari wakil-wakil parpol.
Tanggal 25 November 1975 Suriname menjadi negara merdeka. Walaupun demikian, perekonomiannya tetap sangat bergantung pada bantuan pembangunan Belanda.
Baca Juga: Viral kereta emas Belanda bergambar perbudakan di Indonesia, ini penjelasannya