Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres, mengutuk negara-negara yang mengabaikan fakta seputar COVID-19 serta mengabaikan pedoman kesehatan yang disusun oleh WHO.
Gutteres, tanpa menyebutkan negara mana saja, menyampaikan pernyataan ini pada hari Kamis (3/12), dalam Sidang Umum PBB tentang COVID-19 yang dihadiri 193 negara anggota.
Dikutip dari Reuters, puluhan pemimpin negara yang tidak bisa hadir menyampaikan pendapat mereka melalui rekaman video.
"Sejak awal, Organisasi Kesehatan Dunia memberikan informasi faktual dan panduan ilmiah yang seharusnya menjadi dasar bagi respons global yang terkoordinasi," tegas Gutteres dalam pertemuan virtual yang berlangsung selama dua hari tersebut.
Baca Juga: PBB longgarkan aturan penggunaan ganja untuk mempermudah penelitian
"Sayangnya, banyak dari anjuran tersebut yang tidak dipatuhi. Dan dalam beberapa situasi, ada penolakan fakta dan pengabaian panduan. Dan ketika negara melangkah menuju arahnya sendiri, virus pergi ke segala arah," lanjut Gutteres.
Meskipun tidak menyebutkan nama negara, tapi Amerika Serikat sepertinya menjadi salah satu negara yang mendapatkan peringatan khusus dari PBB.
Awal tahun ini Presiden AS Donald Trump memotong dana ke WHO dan mengumumkan rencana untuk mundur dari organisasi tersebut karena menganggap WHO adalah boneka China.
Pengunduran diri AS dijadwalkan akan terjadi pada bulan Juli mendatang. Namun dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden yang baru, rencana tersebut mungkin saja dibatalkan.
Baca Juga: Sekjen PBB: Kepemimpinan AS adalah kunci untuk memerangi darurat iklim
Dalam sidang umum awal pekan ini, Gutteres berharap vaksin COVID-19 tersedia untuk semua orang. Ia juga berharap negara-negara kaya untuk bisa membantu negara berkembang untuk memerangi virus.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam sidang tersebut mengusulkan adanya mekanisme donasi untuk pembelian vaksin yang nantinya akan didistribusikan untuk kelompok masyarakat paling rentan.
"Prancis mengusulkan mekanisme donasi sehingga sebagian dari dosis pertama vaksin yang tersedia digunakan untuk memvaksinasi kelompok prioritas di negara berkembang," ungkap Macron, seperti dikutip dari Reuters.
Dari negara lain, Menteri Kesehatan Inggris Matthew Hancock mendesak negara-negara untuk mencabut kontrol ekspor dan tarif pada barang-barang penting yang diperlukan untuk memerangi virus. Beberapa barang yang dimaksud seperti sarung tangan dan termometer.
Inggris sendiri akan menerapkan aturan tersebut mulai 1 Januari 2021 mendatang demi kelancaran dan kemudahan akses vaksin COVID-19.