Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Saat ini mayoritas warga merika Serikat mencemaskan, perekonomian negara mereka akan jatuh ke jurang resesi.
Melansir CNBC, sebagai salah satu indikasinya, hasil pencarian di Google seacrh menunjukkan, kecemasan akan resesi kian meningkat sejak akhir Juli lalu. Pada waktu itu, the Federal Reserve memangkas suku bunga acuan untuk kali pertama sejak terjadi krisis finansial.
Semua data yang datang ke investor dari segala penjuru menunjukkan sinyal resesi akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan perang dagang antara AS dan China. Perlambatan ekonomi global menekan bank sentral di seluruh dunia untuk menekan suku bunga acuannya di level terendah. Di sisi lain, perang dagang antara Washington dan Beijing menjadi sentimen pemberat bisnis.
Baca Juga: Pasar saham global dibayangi perang dagang dan krisis Argentina
Mengevaluasi indikator ini bukan perkara mudah. Banyak ekonom, money manager dan analis tidak sepakat mengenai seberapa sehat atau tidak sehat ekonomi AS sebenarnya dan apakah ekspansi yang terjadi beberapa tahun terakhir akan terus berlanjut.
Berikut adalah sejumlah indikator resesi utama yang mengeluarkan sinyal merah:
1. Pasar obligasi
Hal yang paling banyak dibicarakan mengenai pasar obligasi adalah terjadinya kurva yield terbalik.
Di tengah melorotnya suku bunga di pasar obligasi AS, tingkat yield untuk surat utang AS bertenor 10 tahun telah melorot di bawah yield surat utang bertenor 2 tahun. Kejadian ini berlangsung beberapa kali sejak 14 Agustus lalu.
Dalam market yang sehat, obligasi jangka panjang memberikan suku bunga yang lebih tinggi ketimbang obligasi jangka pendek. Nah, saat obligasi jangka pendet memberikan yield tinggi, inilah yang dinamakan kurva yield terbalik.
Baca Juga: Terancam default yang ke-9, Argentina minta tambahan waktu untuk bayar utang
Fenomena yang muncul di pasar obligasi ini memberikan sinyal resesi. CNBC mencatat, ada tujuh kali resesi yang ditandai dengan kurva yield terbalik. Menurut Credit Suisse, resesi akan terjadi rata-rata sekitar 22 bulan setelah terjadi kurva yield terbalik.
2. Produk Domestik Bruto (PDB)
Tingkat PDB AS mengalami perlambatan. Data yang dirilis Departemen Perdagangan AS menunjukkan, ekonomi Negeri Paman Sam itu hanya tumbuh 2% pada kuartal dua.
Level 2% merupakan pertumbuhan terlambat sejak kuartal IV 2018 dan turun dari pertumbuhan 3% yang berhasil dicapai pada tiga bulan pertama tahun ini.
3. Laba perusahaan
Estimasi pertumbuhan pendapatan perusahaan mengalami penurunan yang sangat drastis tahun ini. Data FacSet menunjukkan, pada Desember lalu, analis mengestimasi, indeks S&P 500 earnings growth untuk tahun ini berada di kisaran 7,6%. Angka itu sekarang berada di posisi 2,3%.
Strategist Goldman Sachs dan Citigroup pada bulan lalu memangkas estimasi pendapatan untuk S&P 500 untuk tahun 2019 dan 2020. Alasannya, kondisi ekonomi yang memburuk, ancaman perang dagang, dan adanya potensi devaluasi mata uang.
4. Kontraksi manufaktur
Berdasarkan data CNBC, pertumbuhan manufaktur AS melambat ke level terendah dalam 10 tahun terakhir pada Agustus. Indeks manufaktur AS (Purchasing Manager's Index) berada di level 49,9 pada Agustus atau turun dari level 50,4 pada Juli.
Menurut IHS Markit, angka ini berada di level netral 50 untuk kali pertama sejak September 2009. Level di bawah 50 menunjukkan sinyal resesi.
Pada Juli, anggota the Federal Reserve mengekspresikan kecemasannya mengenai sektor-sektor yang melemah seperti sektor manufaktur. Dalam hasil notulensi rapat the Fed bulan Juli, mereka bilang, perang dagang AS-China dan kecemasan mengenai pertumbuhan ekonomi, terus menggerus tingkat kepercayaan bisnis dan menghambat rencana modal kerja perusahaan.
5. The Cass Shipment Index
Outlook perekonomian dari sisi Pengangkutan (Freight) terlihat muram.
The Cass Shipments Index mengalami penurunan 5,9% pada Juli, melanjutkan penurunan 5,3% pada Juli dan penurunan 6% pada Mei.
"Kami mengulang pesan kami dalam dua bulan terakhir: indeks pengiriman barang telah mengalami perubahan dari 'peringatan akan potensi perlambatan' menjadi 'sinyal kontraksi ekonomi'. Meskipun sinyal untuk PDB kuartal dua 2019 positif, tapi angnya tidak sepositif yang diharapkan. Kami melihat adanya kenaikan risiko bahwa PDB AS akan negatif pada akhir tahun," demikian hasil notulensi The Fed.
Baca Juga: AS terapkan tarif baru, China gugat ke WTO
6. Tembaga
Tembaga diketahui merupakan salah satu barometer kesehatan ekonomi karena kegunaannya dalam pembangunan rumah dan konstruksi komersial.
Dalam setengah tahun terakhir, harga komoditas ini sudah anjlok lebih dari 13%.
7. Emas
Harga emas sudah melejit lebih dari 20% sejak Mei saat hubungan dagang AS dan China semakin memanas. Sama dengan obligasi pemerintah, emas dikenal sebagai safe haven saat kondisi market penuh dengan ketidakpastian.
Baca Juga: Pengamat: Tak ada yang bisa jauh-jauh, China adalah pasar dunia
8. Global economic policy uncertainty index
Indeks Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi, merupakan indeks yang dirancang untuk mengukur kekhawatiran terkait kebijakan di seluruh dunia. Pada Juni, indeks ini mencapai level tertinggi sepanjang masa di level 342.
Indeks EPU melacak artikel surat kabar yang menggunakan kata kunci yang terkait dengan ketidakpastian ekonomi dan politik. Selain itu, indeks ini juga mengukur jumlah undang-undang perpajakan yang akan habis masa berlakunya dan spektrum ketidaksepakatan di antara para ekonom. Semakin banyak perbedaan pendapat, semakin tinggi indeks akan bergerak.
Indeks ini sempat mereda pada Juli ke level 280 di tengah harapan kesepakatan perdagangan antara AS dan China akan terselesaikan.
9. Pengeluaran bisnis
Pada kuartal kedua, investasi domestik swasta bruto turun 5,5%. Menurut laporan PDB Departemen Perdagangan, ini merupakan yang terburuk sejak kuartal keempat 2015.