Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Fraksi Republik di Senat AS berusaha mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) pemotongan pajak dan belanja besar yang diusung Presiden Donald Trump pada Senin (30/6), meskipun terjadi perpecahan di internal partai terkait dampak kebijakan tersebut terhadap utang negara yang diperkirakan membengkak hingga US$ 3,3 triliun.
Proses pengesahan menghadapi tantangan berat. Dalam sesi maraton, Partai Demokrat yang menjadi minoritas diperbolehkan mengajukan amandemen tanpa batas, sebagai bagian dari strategi prosedural Republik untuk menghindari aturan mayoritas 60 suara dalam Senat yang beranggotakan 100 orang.
Baca Juga: Robinhood Luncurkan Token Bagi Pengguna di Uni Eropa Berdagang Saham AS
Ketika ditanya soal peluang lolosnya RUU ini, Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Republik, John Thune, menyatakan, “Saya tidak pernah yakin sebelum pemungutan suara dilakukan.”
Lembaga independen Congressional Budget Office (CBO) merilis kajian terbaru pada Minggu (29/6) yang menyebutkan bahwa versi RUU Senat akan menambah utang nasional sekitar US$ 800 miliar lebih besar dibandingkan versi DPR sebelumnya.
Sejumlah senator Republik menolak perhitungan tersebut, dengan alasan bahwa memperpanjang kebijakan pajak yang ada tidak seharusnya dianggap sebagai penambahan utang.
Namun, kekhawatiran ini sudah cukup membuat investor obligasi global mulai melakukan diversifikasi dari surat utang AS.
Sementara itu, kubu Demokrat berharap angka defisit yang mencolok ini bisa menggoyahkan loyalitas sebagian konservatif fiskal dalam Partai Republik, yang saat ini menguasai kedua kamar Kongres.
Baca Juga: Produksi Minyak Mentah AS Mencapai Rekor pada April 2025
“RUU ini mencabut akses kesehatan rakyat dan menaikkan tagihan listrik, demi memberi pemotongan pajak bagi para miliarder,” kata Pemimpin Minoritas Senat dari Demokrat, Chuck Schumer, dalam pidatonya.
Thune membalas kritik tersebut dengan menyatakan bahwa pemotongan pajak akan membantu keluarga dan UMKM, serta menyebut bahwa reformasi terhadap Medicaid perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan program.
RUU sepanjang 940 halaman ini mencakup pemangkasan pajak, reformasi imigrasi, serta peningkatan belanja pertahanan dan keamanan perbatasan.
Senat sudah menyetujui pembukaan pembahasan RUU ini dengan suara tipis 51–49 pada Sabtu malam.
Trump menargetkan agar RUU ini disahkan sebelum perayaan Hari Kemerdekaan AS, 4 Juli.
Baca Juga: Dolar Melemah di Tengah Kekhawatiran Defisit dan Negosiasi Perdagangan
Tenggat Atap Utang
RUU juga mencakup kenaikan batas utang sebesar US$ 5 triliun, naik US$ 1 triliun dari versi DPR.
Kegagalan pengesahan akan membuat Kongres menghadapi tenggat krusial musim panas ini, saat Departemen Keuangan AS diperkirakan kehabisan ruang pinjaman, yang bisa memicu risiko gagal bayar.
Senator Rand Paul dari Kentucky dan Senator Thom Tillis dari North Carolina menyatakan menolak RUU ini, masing-masing karena alasan kenaikan utang dan pemangkasan Medicaid serta insentif energi bersih.
Menurut CBO, RUU ini berpotensi membuat 11,8 juta warga kehilangan asuransi kesehatan, melampaui estimasi versi DPR.
Jika lolos dari Senat, RUU akan kembali ke DPR, yang juga diwarnai perpecahan internal. Partai Republik hanya bisa kehilangan maksimal tiga suara untuk meloloskan RUU, karena Partai Demokrat solid menolaknya.
Baca Juga: Inflasi Jerman Melambat Menjadi 2% pada Bulan Juni, Sesuai Target ECB
Kritik Metode Perhitungan Biaya
RUU ini memperpanjang pemotongan pajak dari tahun 2017 warisan utama Trump di periode pertamanya dan meningkatkan anggaran militer serta keamanan perbatasan.
Namun, Partai Republik di Senat menolak estimasi biaya CBO, dan menggunakan metode perhitungan alternatif yang tidak memasukkan dampak fiskal dari perpanjangan kebijakan pajak 2017.
Andrew Lautz dari Bipartisan Policy Center menyebut pendekatan ini sebagai “trik sulap.” Dengan metode ini, biaya RUU terlihat lebih rendah dan bahkan disebut bisa menghemat US$ 500 miliar, menurut analisis BPC.