Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pemimpin Hong Kong Carrie Lam hari ini (4/9) mengumumkan pencabutan Undang-Undang (UU) Ekstradisi. Beleid ini yang sudah memicu protes berbulan-bulan sekaligus membawa Hong Kong ke dalam krisis terburuk selama beberapa dekade terakhir.
"Kekerasan yang berkepanjangan merusak fondasi masyarakat kita, terutama aturan hukum," kata Lam dalam pidatonya yang disiarkan langsung di televisi, Rabu (4/9), seperti dikutip Reuters. "Pemerintah akan secara resmi menarik UU Ekstradisi seluruhnya untuk menghilangkan kekhawatiran publik," ujar Lam.
Baca Juga: Berikut perjalanan UU Ekstradisi dan aksi protes tak berkesudahan di Hong Kong
“Saya berjanji, pemerintah akan secara serius menindaklanjuti rekomendasi laporan IPCC (Dewan Pengaduan Kepolisian Independen). Mulai bulan ini, saya dan pejabat utama akan menjangkau masyarakat untuk memulai dialog langsung. Kita harus menemukan cara untuk mengatasi ketidakpuasan di masyarakat dan mencari solusi,” kata Lam.
Pencabutan UU Ekstradisi merupakan tuntutan utama para pengunjuk rasa yang dalam aksinya beberapa kali berakhir dengan bentrokan dengan aparat kepolisian. Sebanyak 1.183 pendemo ditangkap polisi selama aksi.
Baca Juga: Bursa saham Hong Kong melejit 3% setelah pemerintah dikabarkan menarik RUU ekstradisi
Aksi protes bermula pada Maret lalu setelah Biro Keamanan Hong Kong menyerahkan permohonan amandemen UU Ekstradisi kepada lembaga legislatif. Dan, unjuk rasa baru timbul lagi di Juni dan berlangsung sampai sekarang.
Maklum, UU Ekstardisi memungkinkan warga Hong Kong termasuk orang asing dikirim ke China untuk menghadapi persidangan di pengadilan yang dikendalikan Partai Komunis. Perubahan itu, bagi banyak penduduk Hong Kong, merupakan ancaman terhadap aturan hukum di bekas jajahan Inggris itu.
Meski UU Ekstradisi dicabut, reaksi skeptis tetap muncul. "Ini tidak akan menenangkan para pengunjuk rasa. Sampai kapan pun orang akan menemukan sesuatu yang bisa membuat mereka marah," kata Boris Chen, warga Hong Kong.
Baca Juga: Aktivis desak Taiwan ikut memperjuangkan demokrasi di Hong Kong
Pearl, warga Hong Kong lainnya, mengatakan, ke depan, protes tidak lagi tentang UU Ekstradisi. "Beberapa dari orang-orang itu (pengunjuk rasa) mungkin berubah pikiran, mungkin, tetapi hanya minoritas. Beberapa dari mereka hanya ingin membuat masalah dan mereka akan terus melakukannya," sebutnya.
"Terlalu sedikit, sudah terlambat (pencabutan UU Ekstradisi)," tulis Joshua Wong, salah satu pentolan aksi pro-demokrasi pada 2014, di halaman Facebook-nya.