kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Setelah Veto, Rusia Sebut Kekuatan Besar Ingin Mencekik Korea Utara Harus di Stop


Sabtu, 30 Maret 2024 / 18:30 WIB
Setelah Veto, Rusia Sebut Kekuatan Besar Ingin Mencekik Korea Utara Harus di Stop
ILUSTRASI. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menghadiri jumpa pers di Moskow, Rusia, dalam file foto tertanggal 6 Oktober 2015. REUTERS/Maxim Shemetov


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - MOSKOW - Rusia menegaskan negara-negara besar memerlukan pendekatan baru terhadap Korea Utara.

Rusia  menuduh Amerika Serikat dan sekutu Barat-nya justru meningkatkan ketegangan militer di Asia dan berusaha "mencekik" negara tertutup tersebut.

Seperti kita tahu Rusia resmi menggunakan hak veto dalam pembaruan tahunan panel ahli yang memantau penegakan sanksi lama PBB terhadap Korea Utara atas program senjata nuklir dan rudal balistiknya.

Baca Juga: Rusia Bakal Perkuat Hubungan dengan Korea Utara di Segala Bidang

Langkah Moskow untuk menolak sanksi baru bagi Korea Utara ini, yang merupakan pukulan telak terhadap penegakan berbagai sanksi PBB yang diberlakukan setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006.

Rusia menggarisbawahi keuntungan yang diperoleh Kim Jong Un dengan semakin dekat dengan Presiden Vladimir Putin di tengah perang di Ukraina.

“Jelas bagi kami bahwa Dewan Keamanan PBB tidak bisa lagi menggunakan pola lama sehubungan dengan permasalahan Semenanjung Korea,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.

Zakharova pada Jumat (29/3) menuding Amerika Serikat memicu ketegangan militer, bahwa pembatasan internasional serta tidak memperbaiki situasi keamanan. 

Akibatnya terdapat konsekuensi kemanusiaan yang parah bagi penduduk Korea Utara, yang secara resmi dikenal sebagai Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK).

“Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah dengan jelas menunjukkan bahwa kepentingan mereka tidak melampaui tugas ‘mencekik’ Korea Utara dengan segala cara yang ada, dan penyelesaian damai sama sekali tidak ada dalam agenda,” katanya.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Kamis bahwa veto oleh Rusia “secara sinis telah merusak perdamaian dan keamanan internasional.”

Baca Juga: AS Sebut Rusia Terima Bantuan Rudal Balistik dari Korea Utara

Amerika menuduh Moskow berusaha mengubur laporan panel ahli mengenai “kolusi” mereka sendiri dengan Korea Utara untuk mendapatkan senjata.

“Rusia sendirilah yang akan menanggung akibat dari veto ini: Korea Utara semakin berani melakukan tindakan sembrono dan melakukan provokasi yang mengganggu stabilitas, serta mengurangi prospek perdamaian abadi di Semenanjung Korea,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.

Veto Rusia dipandang sebagai titik balik besar dalam rezim sanksi internasional terhadap Korea Utara, yang dibentuk pada tahun 1948 dengan dukungan Uni Soviet, sementara Republik Korea didukung oleh Amerika Serikat.

Korea Utara adalah satu-satunya negara yang melakukan uji coba nuklir pada abad ke-21 – pada tahun 2006, 2009, 2013, dua kali pada tahun 2016, dan 2017, menurut PBB.

Baca Juga: Intelijen Rusia: Kepala Mata-Mata Putin Kunjungi Korea Utara

SANKSI?

Rusia mengatakan pekerjaan para ahli PBB tersebut tidak obyektif dan tidak memihak, dan mereka telah menjadi alat Barat.

“Kelompok Ahli Komite 1718 Dewan Keamanan PBB telah kehilangan semua standar objektivitas dan ketidakberpihakan, yang seharusnya menjadi karakteristik integral dari mandatnya,” kata Zakharova.

Ia mengatakan para ahli tersebut "telah menjadi alat yang patuh bagi lawan-lawan geopolitik DPRK. Tidak ada gunanya menyimpannya dalam bentuk seperti ini".

Veto tersebut menggambarkan seberapa jauh perang Ukraina, yang memicu krisis terdalam dalam hubungan Rusia dengan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962, telah melemahkan kerja sama negara-negara besar dalam isu-isu global utama lainnya.

Baca Juga: Korea Utara Menyebut AS Telah Menyalahgunakan Hak Veto

Sejak Putin memerintahkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada tahun 2022, Moskow telah berupaya keras untuk menunjukkan kebangkitan hubungannya – termasuk hubungan militer – dengan Pyongyang.

Washington mengatakan Korea Utara telah memasok rudal ke Rusia yang digunakannya untuk melawan Ukraina, pernyataan yang telah dibantah oleh Kremlin dan Pygonyang.

Bagi Putin, yang mengatakan bahwa Rusia sedang terlibat dalam pertarungan sengit dengan Barat mengenai Ukraina, pendekatan terhadap Kim memungkinkan dia untuk menyerang Washington dan sekutu-sekutunya di Asia sambil mengamankan pasokan artileri dalam jumlah besar untuk perang di Ukraina.

Bagi Kim Jong un, yang telah berjanji untuk mempercepat produksi senjata nuklir untuk mencegah apa yang ia anggap sebagai provokasi AS, Rusia adalah sekutu besar yang memiliki banyak sekali rudal, militer, ruang angkasa, dan teknologi nuklir yang canggih.

Rusia, lanjut Zakharova, mengupayakan kompromi di mana sanksi akan ditinjau ulang dalam batas waktu tertentu, meskipun usulan tersebut ditanggapi dengan “permusuhan” oleh Washington.

“Kami menyerukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menahan diri dari meningkatkan langkah-langkah dan mengkonfigurasi ulang diri mereka sendiri guna menemukan cara untuk meredakan ketegangan, dengan mempertimbangkan prioritas keamanan yang diketahui,” kata Zakharova.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×