Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (Federal Aviation Administration/FAA) kembali menunda penerbangan di sejumlah bandara besar pada Rabu (waktu setempat), termasuk Bandara Reagan Washington National dan Bandara Internasional Newark Liberty.
Ini menjadi hari ketiga berturut-turut penundaan terjadi akibat kekurangan staf pengendali lalu lintas udara yang kian parah di tengah penutupan pemerintahan (government shutdown) yang memasuki hari kedelapan.
Hingga pukul 17.30 waktu Timur (ET) atau 21.30 GMT, tercatat hampir 3.000 penerbangan tertunda, menyusul total 10.000 penundaan yang terjadi pada Senin dan Selasa.
Ribuan penundaan tersebut terkait langsung dengan keputusan FAA memperlambat jadwal penerbangan karena banyaknya pengendali lalu lintas udara yang absen di berbagai fasilitas di seluruh negeri.
53% Penundaan Disebabkan Kekurangan Staf
Menurut Menteri Perhubungan AS Sean Duffy, tingkat penundaan akibat kekurangan staf meningkat drastis dibanding kondisi normal.
“Biasanya, sekitar 5% penundaan disebabkan oleh masalah kepegawaian di menara kontrol. Dalam beberapa hari terakhir, angka itu melonjak menjadi 53%,” ujar Duffy dalam program Will Cain Show di Fox News.
Baca Juga: Shutdown Pemerintah AS Kian Panjang, Trump Gagal Capai Kesepakatan dengan Demokrat
Ia menegaskan bahwa para pengendali lalu lintas udara harus tetap hadir bekerja.
“Pesan saya kepada para pengendali lalu lintas udara di bawah Departemen Perhubungan adalah: datanglah bekerja. Anda punya tugas yang harus dijalankan,” tegas Duffy.
Tekanan Baru di Tengah Krisis Lama
Masalah kekurangan staf ini muncul lebih cepat dibandingkan dengan penutupan pemerintahan besar terakhir pada 2019, saat masa jabatan pertama Presiden Donald Trump. Kala itu, kekurangan tenaga terjadi setelah berminggu-minggu shutdown, sementara tahun ini dampaknya terasa hanya dalam hitungan hari.
Duffy menambahkan bahwa para pengendali lalu lintas udara kini tengah menghadapi tekanan berat.
“Mereka stres dan mulai memberontak terhadap kondisi shutdown karena mereka mungkin tidak akan menerima gaji,” ujarnya.
Desakan Politik untuk Akhiri Shutdown
Dari sisi politik, Gubernur Maryland Wes Moore bersama sejumlah anggota Kongres Partai Demokrat menyerukan diakhiri segera penutupan pemerintahan saat konferensi di Bandara Internasional Baltimore-Washington (BWI).
Mereka menyoroti kondisi para pengendali lalu lintas udara dan petugas keamanan bandara (Transportation Security Administration/TSA) yang tetap bekerja tanpa menerima bayaran.
Moore mengatakan bahwa Presiden Trump “gagal mencapai kesepakatan” untuk menjaga agar pemerintah tetap beroperasi.
Sementara itu, Anggota DPR Kwiesi Mfume menyerukan adanya undang-undang tambahan untuk memastikan pengendali lalu lintas udara tetap dibayar selama shutdown berlangsung.
“Kini masyarakat mulai khawatir untuk terbang, dan kita seharusnya tidak pernah membiarkan hal itu terjadi di negara ini,” kata Mfume.
Pelajaran dari Shutdown 2019
Pada shutdown selama 35 hari di tahun 2019, tingkat ketidakhadiran pengendali dan petugas TSA meningkat tajam setelah mereka tidak menerima gaji.
Akibatnya, waktu antre di pos pemeriksaan keamanan membengkak, dan FAA terpaksa memperlambat lalu lintas udara di wilayah New York—situasi yang akhirnya memaksa Kongres menyelesaikan kebuntuan anggaran dengan cepat.
Baca Juga: Gejolak Politik Jepang–Prancis dan Shutdown AS Tekan Pasar Global
Saat ini, sekitar 13.000 pengendali lalu lintas udara dan 50.000 petugas TSA masih wajib bekerja selama shutdown, meski tanpa gaji. Mereka dijadwalkan baru menerima pembayaran parsial pada 14 Oktober, untuk pekerjaan yang dilakukan sebelum shutdown dimulai.
“Para pekerja kami di BWI tetap hadir,” ujar Moore. “Mereka melakukannya karena mereka patriot, karena mereka tahu pekerjaan ini penting.”
Dana Sementara untuk Program Penerbangan Esensial
Secara terpisah, Duffy mengumumkan bahwa Departemen Perhubungan AS (USDOT) berhasil mengamankan dana sebesar US$41 juta untuk menjaga agar Program Layanan Udara Esensial (Essential Air Service) tetap berjalan hingga awal November.
Sejumlah maskapai, termasuk Alaska Airlines, berjanji akan terus melayani penerbangan ke wilayah pedesaan atau terpencil yang mendapat subsidi pemerintah, meski ada peringatan bahwa penggantian biaya mungkin tertunda.
Krisis pengendali lalu lintas udara ini sebenarnya bukan masalah baru. AS telah menghadapi kekurangan tenaga pengendali selama lebih dari satu dekade. Sebagian besar petugas bahkan telah bekerja lembur wajib dan enam hari seminggu sebelum shutdown terjadi.
Saat ini, FAA kekurangan sekitar 3.500 pengendali dari target jumlah personel ideal.