Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Michael Bloomberg akhirnya memutuskan maju sebagai kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat. Mantan Wali Kota New York ini bakal jadi penantang serius bagi Donald Trump.
"Saya mencalonkan diri sebagai Presiden untuk mengalahkan Donald Trump dan membangun kembali Amerika," kata Bloomberg yang juga miliarder media saat mengumumkan pencalonannya, Ahad (24/11).
"Kita tidak bisa menanggung empat tahun lagi dari tindakan sembrono dan tidak etis Presiden Trump," ujar mantan Republikan berusia 77 tahun ini seperti dikutip Reuters.
Meski begitu, Bloomberg mesti bersaing dulu melawan kandidat Demokrat lainnya. Misalnya, mantan Wakil Presiden Joe Biden, Wali Kota South Bend Pete Buttigieg, serta Senator A. Elizabeth Warren dan Bernie Sanders.
Baca Juga: Tantang Trump, Bloomberg maju sebagai kandidat Presiden AS
Lalu, bagaimana sepak terjangnya selama ini? Bloomberg disebut-sebut sebagai salah wali kota New York paling sukses dalam sejarah.
Majalah Forbes memperkirakan, kekayaan Bloomberg saat ini mencapai US$ 52,4 miliar, yang mengantarkannya menjadi orang terkaya kedelapan di AS.
Dan, jumlah tersebut tak hanya mengalahkan nilai kekayaan kerajaan realestat Donald Trump, tetapi juga pemilik perusahaan media lainnya seperti Rupert Murdoch, Ted Turner, dan Sumner Redstone.
Kekayaan Bloomberg ini yang jadi keuntungannya sebagai kandidat Presiden AS karena mampu membiayai sendiri kampanyenya. Ia pun siap menggelontor jutaan dolar AS untuk perekrutan tim kampanye.
Dari Wall Street
Mengutip Investopedia.com, tumbuh besar di dekat Medford, Massachusetts, pria kelahiran Boston ini memperoleh gelar sarjana teknik elektro dari Johns Hopkins University pada 1964. Dia membayar uang kuliahnya dengan bekerja sebagai petugas parkir dan meminjam uang di bank.
Baca Juga: Polling Reuters: Pencalonan Michael Bloomberg gerus 3% suara Joe Biden
Bloomberg mulai memupuk kekayaan dari Wall Street. Setelah menyabet gelar MBA dari Harvard Business School pada 1966 silam, Bloomberg bekerja di bank investasi yang sekarang sudah tidak beroperasi, Salomon Brothers.
Pekerjaan pertamanya adalah menghitung obligasi dan sertifikat saham yang ada di brankas bank. Tapi, dengan cepat, lelaki yang lahir pada 14 Februari 1942 ini meraih prestasi di perusahaan tersebut.
Pada 1979, Salomon Brothers memindahkannya dari posisi kepala perdagangan ekuitas dan penjualan untuk memimpin divisi sistem informasi. Ini tampaknya penurunan pangkat, tapi menempatkan Bloomberg bertanggungjawab atas departemen yang menerapkan teknologi komputer.
Pada 1981, ketika Salomon Brothers bergabung dengan perusahaan perdagangan komoditas Phibro Corporation, Bloomberg mengundurkan diri dengan pesangon US$ 10 juta. Ia lalu menggunakan uang rejeki nomplok tersebut untuk membangun perusahaan media keuangan.
Bersama Charles Zegar, Thomas Secunda, dan Duncan MacMillan, Bloomberg mendirikan Innovative Market Systems di 1981. Perusahaan ini menggunakan teknologi sistem informasi terbaru untuk memberikan para pedagang data tentang harga obligasi AS. Merrill Lynch jadi klien dan investor utama pada 1982.
"Saya tidak duduk sambil bertanya-tanya, apa yang terjadi di perusahaan lama. Saya tidak kembali dan mengunjungi perusahaan lama dan memandang ke belakang setelah saya berhenti (dari Salomon Brothers). Hidup berlanjut,” kata Bloomberg dalam otobiografinya pada 2001.
Bloomberg kemudian menggunakan keahlian keuangan dan teknologi informasi yang ia kembangkan di Salomon Brothers untuk membuat terminal Bloomberg pada 1982. Saat Wall Street berevolosi menjadi alat investasi perbankan, Innovative Market Systems pun berganti nama jadi Bloomberg L.P. di 1986.
Pada 1990, Bloomberg L.P. menciptakan layanan berita sendiri, sebelum meluncurkan Bloomberg.com di 1993. Bloomberg L.P. tumbuh menjadi perusahaan keuangan dan data media yang berkantor pusat di New York City, dengan kantor cabang di 100 kota di seluruh dunia.
Bloomberg L.P. mencatat pendapatan US$ 10 miliar pada 2018. Perusahaan ini mengoperasikan terminal data yang digunakan di seluruh industri jasa keuangan.
Ini juga termasuk saluran televisi kabel berita bisnis Bloomberg, Radio Bloomberg, dan majalah bulanan Bloomberg Markets. Bloomberg LP membeli majalah BusinessWeek pada 2005 dan berganti nama jadi Bloomberg BusinessWeek.
Terjun ke politik
Sukses di dunia bisnis, Bloomberg masuk ke gelanggang politik. Ia mencalonkan diri sebagai wali kota New York City pada 2001 dan menang, menggantikan Rudolph Giuliani.
Sebelum memasuki dunia politik, Bloomberg adalah seorang Demokrat. Dia beralih ke Partai Republik untuk mencalonkan diri sebagai wali kota New York City.
Bloomberg memenangkan masa jabatan kedua pada 2005. Setelah berhasil merancang perubahan dalam hukum kota, ia terpilih untuk masa jabatan ketiga, kali ini sebagai kandidat independen di pemilihan 2009.
Selama menjabat sebagai walikota, Bloomberg fokus pada peningkatan sistem sekolah umum kota yang bermasalah dan merevitalisasi kawasan industri.
Dia adalah salah satu politisi AS pertama yang memaksakan pembatasan merokok, dengan menerapkan larangan merokok di kantor-kantor dan dan restoran. Dia mendapat cemoohan dari kaum konservatif karena berusaha membatasi jumlah soda yang dijual di New York City.
Dalam Pemilihan Presiden AS 2016, Bloomberg mendukung kandidat Demokrat Hillary Clinton melawan Trump dari Republik. Dia sejak itu mencela Partai Republik di Kongres sebagai "benar-benar lemah" karena gagal melakukan pengawasan terhadap Presiden Trump.
Pada 2018, Bloomberg menyumbangkan lebih dari US$ 90 juta kepada para kandidat anggota Kongres. Menurut OpenSecrets.org, ia adalah donor individu terbesar kedua bagi para kandidat dalam pemilihan itu.
Tujuannya memberikan sumbangan itu, Bloomberg mengatakan kepada Reuters, untuk membantu Demokrat mendapatkan mayoritas suara di Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya tidak pernah berpikir bahwa publik dilayani dengan baik ketika satu pihak sepenuhnya dari kekuasaan, dan saya pikir satu setengah tahun terakhir telah menjadi bukti akan hal itu," kata dia.
Seorang dermawan
Bloomberg juga telah menjadi pendukung aktif terhadap pengawasan senjata di AS. Dia satu dari 15 wali kota AS yang mendirikan kelompok advokasi Everytown for Gun Safety pada 2006 untuk mendesak reformasi undang-undang senjata.
Ia juga memberikan sumbangan besar kepada organisasi lingkungan, dan sebagai wali kota New York mendesak kebijakan energi bersih.
Bloomberg juga terkenal sebagai seorang dermawan. Ia dan yayasan amalnya, Bloomberg Philanthropies, telah menyumbang sekitar US$ 1,5 miliar kepada almamaternya, John Hopkins, untuk perluasan fasilitas dan program penelitian medis.
Kini, ia mencoba membawa kisah sukses ke level yang lebih besar, dengan maju sebagai kandidat Presiden AS untuk menantang Trump.
"Dia (Trump) mewakili ancaman eksistensial terhadap negara kita dan nilai-nilai kita. Jika dia memenangkan masa jabatan lainnya, kita mungkin tidak akan pernah pulih dari kerusakan," tegas Bloomberg.
Kisah sukses Trump
Sebagai miliarder, Trump tentu juga punya kisah sukses. Dalam daftar miliarder global terbaru, yang Forbes rilis pada September 2018, Trump ada di posisi ke-766 dengan kekayaan bersih US$ 3,1 miliar. Ini membuatnya menjadi presiden miliarder pertama AS.
Perjalanannya selama 14 tahun sebagai bintang acara televisi realitas NBC The Apprentice menguat, dan dalam beberapa hal membayangi kisah Trump, sang pengusaha realestat.
Trump adalah Chairman dan President The Trump Organization, yang dia warisi dari ayahnya, Fred Trump, putra pemilik restoran dan pengembang perumahan di Klondike Gold Rush.
Trump juga pendiri Trump Entertainment Resorts, yang sekarang jadi milik Icahn Enterprises. Setelah pindah ke Gedung Putih pada Januari 2017, pria kelahiran 14 Juni 1946 ini menyerahkan operasi kerajaan bisnisnya kepada dua putranya yang sudah dewasa.
Trump memulai karier di perusahaan sang ayah, yang kemudian bernama Elizabeth Trump & Son. Anak bungsu dari lima bersaudara ini mulai bekerja saat masih kuliah di Wharton School of the University of Pennsylvania. Ia bergabung penuh waktu setelah lulus pada 1968.
Dengan bakat publisitas serta serangkaian proyek konstruksi dan renovasi gedung tinggi di New York City, Trump membentangkan karier sangat banyak di mata publik.
Pada saat kelahiran Donald Trump, ayahnya sedang mengembangkan kompleks perumahan di New York City, terutama Brooklyn, untuk tentara berpenghasilan menengah yang kembali dari Perang Dunia II. Fred Trump telah menjadi pengembang real estat New York yang sukses selama hampir 20 tahun.
Tetapi sang ibu lah yang menanamkan sesuatu pada Trump yang akan membedakannya dari para maestro real estat sukses lainnya. Ketika berusia enam tahun, dia menyaksikan ibunya tampil dalam arak-arakan penobatan Ratu Elizabeth II. Itu membuatnya sangat terkesan.
"Saya sadar sekarang bahwa saya mendapatkan sedikit rasa kecakapan memainkan pertunjukan dari ibuku," tulis Trump seperti dilansir Investopedia.com. "Dia selalu memiliki bakat untuk drama dan pertunjukan".
Masuk akademi milter
Orang tuanya membesarkan Trump dan kakak-kakaknya di Jamaica Estates, Queens. Saat Trump sekolah di Kew-Forest, Forest Hills, Fred Trump menjadi anggota dewan pengawas sekolah swasta itu karena anak bungsunya sering terlibat masalah.
"Di kelas dua saya benar-benar memberi seorang guru mata hitam, saya meninju guru musik saya karena saya pikir dia tidak tahu apa-apa tentang musik, dan saya hampir diusir," kisah Trump.
Khawatir tentang kedisiplinan putranya, Fred memindahkan Trump ke Akademi Militer New York di Cornwall, New York, untuk memulai kelas delapan. Ia tetap di akademi hingga sekolah menengah.
Trump lulus dengan pangkat kapten kadet, dan kemudian menganggap sekolah itu sebagai tempat dia belajar menyalurkan "agresi menuju prestasi".
Trump berada di sekitar perusahaan realestat ayahnya hampir sepanjang hidupnya. Ia mengambil kendali perusahaan pada 1971 dan menamainya The Trump Organization.
Bisnis ayahnya berfokus pada pembangunan dan penyewaan apartemen pasar menengah di Brooklyn, Queens, dan Staten Island. Trump kemudian mengarahkan pandangannya ke Manhattan.
Trump segera mencari proyek-proyek besar yang memiliki profil tinggi. Awalnya, sang ayah menolak tapi akhirnya mendukung proyek-proyek Trump di jantung Big Apple.
Trump menggunakan ilmu yang dia pelajari dari ayahnya, dan telah mewarisi mata Fred untuk mengincar permata real estat yang sedang tertekan. Dengan keseluruhan New York City meluncur menuju kebangkrutan di awal 70-an, ada banyak permata seperti itu.
Kesepakatan awal terbesar Trump adalah menyelamatkan Commodore Hotel yang dulu megah dari kebangkrutan dan mengubahnya menjadi Grand Hyatt. Dia membuka hotel hasil renovasi pada 1980 dengan bantuan pengurangan pajak 40 tahun dari Kota New York.
Pada 1983, Trump memasang stempelnya dengan Trump Tower setinggi 68 lantai di tengah Kota Manhattan. Gedung pencakar langit serba guna ini menampilkan permukaan kaca hitam dan hiasan kuningan yang akan menandai banyak bangunannya kelak.
Proyek dan bangunan miliknya menempatkan Trump tenar di mata publik. Pada 1987, ia memanfaatkan ketenarannya dengan meluncurkan buku bisnis berjudul The Art of the Deal, yang selama 52 pekan masuk dalam daftar buku terlaris.
Bisnis kasino bangkrut
Dengan sukses besar, Trump pindah ke bisnis gim, dengan membeli Kasino Taj Mahal di Atlantic City. Langkah ini terbukti merupakan pertaruhan yang besar, dan pada 1989 ia memiliki lebih banyak utang. Tapi, ia terus bertahan dengan mengambil lebih banyak pinjaman hingga 1991.
Dengan kebangkrutan di depan mata, kreditor Trump setuju untuk merestrukturisasi utangnya, dengan mengambil setengah kepemilikan kasino. Perjanjian tersebut juga memaksa Trump untuk menjual maskapai penerbangannya, Trump Shuttle, dan yacht Trump Princess setinggi 282 kaki.
Trump secara bertahap memulihkan keuangan The Trump Organization. Salah satu kesepakatan yang membantunya melibatkan 40 Wall Street, dengan membeli menara 70 lantai di pusat Kota Manhattan yang awalnya bernama Bank of Manhattan Trust.
Trump membeli bangunan itu dengan harga antara US$ 1 juta-US$ 10 juta pada 1995 dan merenovasinya. Dia kemudian mengambil hipotek US$ 160 juta dengan jaminan gedung itu untuk membiayai investasi lainnya. Pada 2006, Forbes memasang label harga US$ 260 juta untuk gedung tersebut.
Ketika abad berubah, Trump terus membeli dan membangun real estat di Manhattan. Pada 2001, ia menyelesaikan Trump World Tower berlantai 72, di seberang markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dan, memulai pembangunan di Trump Place, serangkaian bangunan mewah di sepanjang Sungai Hudson.
Langkah berani lainnya adalah pembelian gedung Chicago Sun-Times senilai US$ 73 juta. Trump berencana membangun gedung tertinggi di dunia, Trump International Tower, di lokasi itu.
Tetapi, serangan teroris 11 September 2001 meyakinkan dia untuk mengurangi niatnya, dan dia akhirnya hanya membangun menara tertinggi kedua di Chicago. Sejak dibuka pada 2009, menara ini mendulang sukses terutama hotel yang masuk daftar salah satu yang terbaik di AS.
Tenar berkat acara TV
Meski begitu, karier Trump sebagai figur publik menyusut secara signifikan menyusul kebangkrutannya di awal 1990-an. Namun, hidup kembali setelah ia mulai menjadi pembawa acara TV bernama The Apprentice pada 2003.
Acara NBC, di mana kontestan bersaing untuk pekerjaan manajemen di salah satu perusahaan Trump, menjadi hit. Menurut beberapa laporan, Trump menerima US$ 3 juta per episode. Tapi, kepada Komisi Pemilihan Federal pada Juli 2015, Trump menyatakan, NBC membayarnya US$ 214 juta untuk menjadi tuan rumah dan memproduksi pertunjukan selama 14 musim.
Ketenarannya yang baru tersebut menciptakan kesempatan bagi Trump untuk melisensikan nama dan citranya. Dia mulai menjual nama Trump ke sejumlah pengembangan realestat yang tidak ia bangun sendiri.
Menurut Forbes, bisnis lisensi realestat Trump dengan lebih dari 30 properti berlisensi di seluruh dunia adalah salah satu asetnya yang paling berharga, yang diperkirakan bernilai lebih dari $ 500 juta.
"Pergi. Maju kedepan. Bercita-cita tinggi. Rencanakan tinggal landas. Jangan hanya duduk di landasan pacu dan berharap seseorang akan datang dan mendorong pesawat. Itu tidak akan terjadi. Ubah sikap Anda dan dapatkan ketinggian. Percayalah, Anda akan menyukainya di sini," kata Trump.
Pada 2015, Trump secara terbuka mengumumkan, ia akan mencalonkan diri sebagai Presiden AS dari Partai Republik. Dia memenangkan pemilihan pada 8 November 2016, mengalahkan calon dari Demokrat yang juga mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton.
Tidak mengherankan, ia mungkin adalah Presiden paling kontroversial dalam sejarah negeri uak Sam.