Sumber: Channel News Asia | Editor: Yudho Winarto
Kewenangan Komisi Keamanan Online
Komisi Keamanan Online akan dipimpin oleh seorang komisaris yang ditunjuk oleh Menteri Pembangunan dan Informasi Digital.
Dalam kebanyakan kasus, korban harus lebih dulu melapor ke platform tempat insiden terjadi sebelum membawa kasusnya ke OSC.
Namun, untuk pelanggaran berat seperti penyalahgunaan gambar intim atau eksploitasi anak, korban dapat langsung meminta tindakan dari OSC.
Komisi berwenang mengeluarkan berbagai instruksi hukum, termasuk:
- Menghapus konten berbahaya,
- Membatasi akses atau akun pelaku,
- Memberi korban hak untuk memposting balasan,
- Serta memerintahkan pemblokiran akses atau penghapusan aplikasi bila diperlukan.
Kegagalan mematuhi perintah OSC akan dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.
Baca Juga: Harga Emas Melejit, Demam Emas Melanda Investor di Singapura
Dasar Hukum Baru: Statutory Torts
RUU ini juga memperkenalkan konsep “statutory torts”, yaitu bentuk kesalahan perdata yang diatur dalam undang-undang, untuk memberikan dasar hukum yang jelas bagi korban menuntut ganti rugi.
Melalui mekanisme ini:
- Komunikator dilarang menyebarkan konten berbahaya,
- Administrator wajib mengambil langkah wajar ketika diberitahu adanya pelanggaran di platform mereka,
- Platform digital besar harus merespons laporan pengguna dalam waktu tertentu dan mengambil langkah aktif untuk menghapus konten berbahaya.
- Pengadilan nantinya dapat memberikan ganti rugi finansial atau perintah penghentian (injunction) kepada korban.
Baca Juga: Ekspansi Gerai Makanan dan Minuman China Meningkat Dua Kali Lipat di Singapura
Identitas Pelaku Bisa Diungkap
Salah satu terobosan penting RUU ini adalah kemampuan OSC meminta platform mengungkap identitas pengguna yang diduga melakukan kejahatan daring, sejauh data tersebut tersedia.
Namun, jika pelaku sengaja menyembunyikan identitasnya, platform dengan jangkauan besar dapat diwajibkan mengumpulkan data identitas tambahan untuk mendukung proses hukum.
Korban juga dapat mengajukan permohonan resmi untuk memperoleh data pelaku dari OSC guna mengajukan gugatan perdata berdasarkan ketentuan statutory tort.
Jika disetujui parlemen, RUU Keamanan Online ini akan menjadi tonggak baru dalam perlindungan masyarakat digital Singapura, sekaligus memperkuat tanggung jawab hukum bagi pelaku pelecehan dan kekerasan siber.