Sumber: Channel News Asia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Pemerintah Singapura mengajukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Online (Online Safety – Relief and Accountability Bill) ke parlemen pada Rabu (15/10/2025).
Melansir Channelnewsasia Kamis (16/10/2025), RUU ini bertujuan memperkuat perlindungan bagi korban kekerasan daring seperti pelecehan seksual, penguntitan digital, dan penyebaran gambar intim tanpa izin.
Baca Juga: Panduan Liburan Murah : Singapura, Malaysia, Brunei, Budget Minim
RUU tersebut diajukan oleh Kementerian Pembangunan dan Informasi Digital (MDDI) bersama Kementerian Hukum (MinLaw), dan menjadi bagian dari upaya nasional memperkuat keamanan serta akuntabilitas di ruang digital.
Jika disahkan, RUU ini akan membentuk Komisi Keamanan Online (Online Safety Commission/OSC) lembaga baru yang berwenang menerima laporan korban, menindaklanjuti kasus, dan mengeluarkan instruksi hukum terhadap pelaku maupun platform daring.
Komisi tersebut akan menangani lima jenis utama kejahatan daring paling lambat pada paruh pertama 2026, yakni:
- Pelecehan daring (termasuk pelecehan seksual),
- Doxxing atau penyebaran data pribadi tanpa izin,
- Penguntitan digital (online stalking),
- Penyalahgunaan gambar intim,
- Eksploitasi gambar anak.
Jenis-jenis pelanggaran lain, seperti impersonasi daring, penyebaran materi palsu, ujaran kebencian, serta penyebaran informasi pribadi tanpa izin, akan diatur secara bertahap.
Baca Juga: Singapura Luncurkan Indeks Peluang untuk Bantu Pekerja Temukan Perusahaan Terbaik
Perlindungan Lebih Cepat dan Akuntabilitas Lebih Jelas
Menurut MDDI dan MinLaw, kehadiran internet yang semakin luas membawa manfaat besar, tetapi juga menimbulkan risiko baru.
“Pelaku kejahatan memanfaatkan dunia maya untuk melecehkan atau menindas orang lain, termasuk menyebarkan konten berbahaya seperti gambar intim tanpa izin, yang berdampak buruk bagi korban maupun masyarakat,” tulis pernyataan bersama kedua kementerian.
Survei terbaru MDDI menunjukkan hampir 85% responden di Singapura pernah menemukan konten daring berbahaya, dan lebih dari 30% mengalami perilaku daring yang merugikan dalam setahun terakhir.
Jenis konten berbahaya yang paling sering ditemui adalah konten seksual dan kekerasan, diikuti perundungan siber serta unggahan yang menimbulkan ketegangan rasial atau keagamaan.
RUU ini melengkapi undang-undang yang sudah ada, seperti Online Criminal Harms Act, dengan memperluas cakupan perlindungan agar ruang digital menjadi “lebih aman dan kondusif bagi diskursus publik.”
Baca Juga: Singapura Pertahankan Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi Tetap Tangguh