Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Kini, China tengah menghadapi problem baru pasca perhelatan Olimpiade Beijing. Yakni, pertumbuhan perekonomian yang semakin melempem. Itu sebabnya, para pemimpin di Negeri Panda itu berencana menjalankan beberapa strategi untuk mencegah perekonomian menuju ke jurang resesi. Beberapa di antaranya yakni memangkas pajak dan meningkatkan anggaran belanja negaranya.
Asal tahu saja, tingkat inflasi China mencapai 8,7% pada Februari lalu dan mencapai 6,3% pada bulan Juli. Selain itu, pertumbuhan China semakin melambat menjadi 10,1% pada kuartal II. Padahal, pada kuartal yang sama tahun lalu, pertumbuhannya mencapai 12,6%.
Memang, berdasarkan hasil penelitian ekonom Morgan Stanley Stephen Jen, sekitar sepuluh dari 11 negara yang menjadi tuan rumah Olimpiade mengalami perlambatan ekonomi dan penurunan investasi selama beberapa tahun setelah penyelenggaraan ajang olahraga dunia itu. Hanya ada satu negara yang menjadi pengecualian dalam penelitiannya itu, yakni AS, yang menjadi tuan rumah olimpiade pada 1996.
Nah, para pembuat kebijakan China, yang pertumbuhan ekonominya memang sudah melambat sebelum olimpiade berakhir pada bulan lalu, berjanji untuk menghindari apa yang Jen sebut “Kutukan Olimpiade” itu.
Tentunya hal itu mendapat sambutan hangat dari beberapa negara tetangga China, termasuk Korea dan Taiwan. Para negara produsen mulai dari Australia hingga Brazil pun pasti ikut senang karena perekonomiannya saat ini terancam akibat berkurangnya permintaan dari negara-negara maju seperti AS, Jepang dan Eropa.
“Pemerintah China akan melakukan apa saja untuk menghindari penurunan ekonomi yang tajam. Perekonomian China akan menjadi pilar utama untuk kekuatan Asia,” kata Shane Oliver, analis AMP Capital Investor.
Asal tahu saja, saat ini, China sudah mengendurkan kebijakan pinjaman atau kredit dan menahan penguatan mata uang yuan. Selain itu, berdasarkan keterangan para ekonom dan laporan dari beberapa media setempat, setelah empat kuartal berturut-turut mengalami penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah China tengah mempertimbangkan untuk memberikan rangsangan keuangan sebesar 400 miliar yuan atau setara US$ 58 miliar.
Minggu lalu, harian Economic Observer di Beijing menulis, pemerintah kini tengah menunggu persetujuan dari Kongres (State Council and the National People’s Congress) terkait rencananya itu. Hal itu juga termasuk proposal untuk menggelontorkan dana sebesar 220 miliar yuan untuk anggaran belanja dan 150 miliar yuan untuk pemotongan pajak.
Catatan saja, China telah meningkatkan pengeluarannya untuk pembangunan jalan kereta sebanyak tiga kali lipat menjadi 300 miliar yuan. Rencana anggaran belanja negara selama lima tahun yang akan berlangsung hingga 2010 itu, telah menarik investor dengan total investasinya mencapai 4,8 triliun yuan. Dana tersebut digunakan untuk membangun stasiun pembangkit listrik, jalan-jalan, dan proyek infrastruktur lainnya. Jika dibandingkan, dana investasi tersebut jauh lebih banyak dari investasi gabungan di Taiwan, Thailand dan Vietnam. Bahkan menurut pemerintah China, pembangunan rekonstruksi setelah terjadinya gempa Sichuan pada Mei lalu membutuhkan dana tambahan sekitar 1 triliun yuan.
Meski demikian, beberapa ekonom menilai, pertumbuhan China akan tetap kuat tanpa harus menambah anggaran atau pelonggaran kebijakan keuangan. “Namun di tengah kondisi dunia yang tidak pasti seperti sekarang ini, adanya rencana tersebut merupakan langkah yang pintar,” kata David Dollar, direktur World Bank untuk China.