Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Dessy Rosalina
KABAR baik bagi para miliarder yang menaruh dana di perbankan Swiss. Terlebih, bagi miliarder yang gemar melakoni aksi pencucian uang dan transaksi gelap lain. Kabar baik bagi miliarder ini tersingkap lewat indeks kerahasiaan finansial atawa Financial Secrecy Index (FSI) yang terbit 7 November lalu.
FSI menempatkan Swiss di posisi pertama. FSI menyusun peringkat negara berdasarkan 15 indikator. "Misalnya, kerahasiaan perbankan, transparansi kepemilikan saham perusahaan dan keterbukaan informasi," seperti dikutip The Economist.
Lembaga Tax Justice Network menerbitkan FSI setiap dua tahun sekali. Di tahun 2011, FSI juga mendaulat Swiss sebagai tempat paling bersahabat bagi transaksi finansial gelap.
Yang menarik, predikat jawara tak bergeser dari Swiss meski kalangan internasional terus mendesak penerapan asas transparansi finansial di negara pegunungan Alpine tersebut. Padahal, beberapa tahun belakangan, Amerika Serikat (AS) terus mendesak perbankan Swiss. Inti desakan AS, perbankan Swiss membuka identitas nasabah tajir yang berasal dari AS.
Desakan AS ini bermuara pada persoalan penggelapan pajak.
AS menuduh perbankan Swiss mengelak bersikap kooperatif terhadap miliarder AS yang menghindari pajak dengan cara menyimpan kekayaannya di Swiss. Hingga saat ini, parlemen Swiss bersikukuh menolak mengadakan perjanjian bilateral dengan AS. Di bulan Juli kemarin, parlemen Swiss menolak regulasi tentang transparansi perbankan dengan AS.
Namun, Pemerintah Swiss hanya berjanji akan menyerahkan identitas nasabah tertentu. Syaratnya, nasabah perbankan Swiss asal AS sudah terbukti tersandung kasus hukum. Saat ini, aset keuangan Swiss mencapai US$ 2 triliun. Selain Swiss, nama Inggris juga muncul dengan predikat markas terbesar bagi praktik finansial gelap.
Ada delapan negara di bawah yuridiksi Inggris yang menjadi daerah bersahabat bagi para pembuat kejahatan finansial. Mereka adalah, British Virgin Island, Bermuda, Gibraltar, Jersey, Cayman Islands, Guernsey, Isle of Man, dan Anguilla. Bermuda berada di posisi tertinggi sebagai negara paling aman menyembunyikan transaksi finansial.
Jika ditotal, delapan negara di bawah yuridiksi Inggris ini menjadi wadah bagi setengah transaksi finansial gelap di seluruh dunia. Maklumlah, selama ini perusahaan kerap membuat paper company yang bermarkas di delapan negara teritori Inggris.
Catatan FSI, sumber transaksi finansial mencurigakan ini kerap bersumber dari London. Namun, kondisi ini bisa jadi berubah.
Awal November kemarin, David Cameron, Perdana Menteri (PM) Inggris menyatakan akan melibatkan negara-negara di bawah hukum Inggris dalam perjanjian transparansi finansial internasional. Di sisi lain, indeks FSI bakal menempatkan Hong Kong dan Singapura menjadi rising star. Kedua negara di kawasan Asia ini belakangan memang gencar menindak tegas para pembuat kejahatan finansial.
Contoh di Singapura. Di Negeri Merlion ini, wajib pajak bisa terjerat tuntutan hukum atas tindakan pencucian uang.
Memang sih, regulasi ini masih bersifat teori alias di atas kertas. Tetapi, daya tarik Hong Kong dan Singapura sebagai pusat transaksi finansial semakin membesar.
Salah satu faktor adalah dua negara ini menjadi tempat berlabuh bagi pemilik dana di benua Eropa dan Amerika yang ingin membersihkan nama dari praktik kotor di perbankan Eropa dan Amerika.