Reporter: Dyah Megasari, BBC |
TOKYO. Perusahaan listrik berbasis energi nuklir asal Jepang, Tokyo Electric (Tepco), menghadapi kemarahan para pemegang saham dalam RUPS pertama sejak gempa bumi dan tsunami 11 Maret silam.
Sebuah mosi menyerukan perusahaan itu agar tidak lagi melanjutkan produksi energi nuklir setelah terjadi krisis nuklir di PLTN Fukushima Daiichi, walaupun mosi itu akhirnya kalah.
TEPCO kemungkinan besar harus membayar ganti rugi senilai hampir US$ 100 miliar setelah terjadi kebocoran radiasi di PLTN itu. Harga saham TEPCO merosot 85% sejak tsunami merusak PLTN Fukushima. Bencana itu menimbulkan kerusakan di tiga dari enam reaktornya dan selama lebih dari tiga bulan bahan radioaktif terus bocor dari fasilitas itu.
Para pemilik saham mengecam pengelola TEPCO atas lambatnya tanggapan mereka terhadap krisis tersebut dan menuduh mereka mengeluarkan data yang tidak akurat serta tidak transparan. Sekitar 80.000 warga yang tinggal dekat PLTN itu terpaksa meninggalkan properti mereka.
Para eksekutif TEPCO dalam pertemuan di Tokyo mengeluarkan permintaan maaf di tengah aksi teriakan dan cemoohan para pemegang saham. Seorang pemegang saham mengatakan para eksekutif senior seharusnya melakukan bunuh diri dengan meloncat ke reaktor-reaktor yang rusak.
"Kami semua para direktur meminta maaf secara mendalam atas masalah dan kekhawatiran yang disebabkan oleh kecelakaan itu. Kami sedang berupaya menyelesaikan krisis ini secepat mungkin," kata Direktur Utama TEPCO Tsunehisa Katsumata.
TEPCO menyatakan mereka berharap bisa menutup PLTN dalam kondisi dingin sebelum akhir bulan Januari bulan depan. Perdebatan terbesar di kalangan para pemegang saham adalah tentang masa depan energi nuklir dan sikap perusahaan itu mengenai masalah energi nuklir. Saat ini para pekerja masih mencoba mendinginkan reaktor yang rusak di PLTN Fukushima.