kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terungkap! Indonesia tolak permintaan Washington untuk menampung pesawat mata-mata AS


Rabu, 21 Oktober 2020 / 06:02 WIB
Terungkap! Indonesia tolak permintaan Washington untuk menampung pesawat mata-mata AS
ILUSTRASI. Pesawat tempur AS di Laut China Selatan. (U.S. Marine Corps photo by Sgt. Audrey M. C. Rampton)


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Empat pejabat senior Indonesia yang menjadi sumber Reuters mengungkapkan, tahun ini Indonesia menolak proposal Amerika Serikat untuk mengizinkan pesawat pengawas mata-mata maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di RI. 

Menurut para pejabat yang menolak namanya disebut, pejabat AS melakukan sejumlah pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus kepada menteri pertahanan dan menteri luar negeri Indonesia, sebelum akhirnya Presiden Indonesia Joko Widodo, menolak permintaan tersebut.

Sumber Reuters juga bilang, proposisi yang muncul di tengah persaingan sengit AS dan China untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara, mengejutkan pemerintah Indonesia. Pasalnya, Indonesia sudah menerapkan kebijakan luar negeri netralitas sejak lama. Dengan demikian, Indonesia tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di sini.

P-8 memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer China di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayah kedaulatan. Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei memiliki klaim tandingan atas perairan kaya sumber daya tersebut, yang merupakan jalur perdagangan senilai US$ 3 triliun setiap tahun.

Baca Juga: Bikin panas China, India gelar latihan militer bersama AS, Australia, dan Jepang

Melansir Reuters, Indonesia bukan penuntut resmi di jalur air yang penting secara strategis, namun Indonesia juga mengklaim kepemilikan sebagian wilayah Laut China Selatan. Indonesia secara teratur telah mengusir kapal penjaga pantai dan kapal nelayan China dari daerah yang diklaim Beijing.

Kendati demikian, Indonesia memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang berkembang dengan China. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada Reuters, Indonesia tidak ingin memihak satu pihak dalam konflik yang terjadi. Retno juga mengungkapkan kekhawatirannya dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya dan militerisasi Laut China Selatan.

Baca Juga: China bantah tuduhan AS melakukan penahanan sewenang-wenang pada warga negara asing

“Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini,” kata Retno dalam sebuah wawancara di awal September. “Indonesia ingin menunjukkan bahwa kami siap menjadi partner Anda.”

Tak ingin tertipu

Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dan negara-negara Asia Tenggara dalam mengekang ambisi teritorial China, Dino Patti Djalal, mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat, mengatakan "kebijakan anti-China yang sangat agresif" dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan regional menjadi cemas.

"Itu terlihat tidak pada tempatnya," katanya kepada Reuters. “Kami tidak ingin tertipu menjadi kampanye anti-China. Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan China sekarang menjadi negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia. ”

Baca Juga: PM Jepang tegaskan tolak setiap langkah meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan

Greg Poling, seorang analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington D.C. mengatakan, langkah AS yang mencoba untuk mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh yang ceroboh oleh militer AS.

"Itu adalah indikasi betapa sedikit pejabat di pemerintah AS yang memahami Indonesia," katanya kepada Reuters. “Ada batasan yang jelas untuk apa yang dapat Anda lakukan, dan jika menyangkut Indonesia, batasan itu adalah dengan memasang sepatu bot di tanah.”

Baca Juga: AS kembali kirim Kapal Induk Ronald Reagan ke Laut China Selatan

Menurut analis militer, AS baru-baru ini menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia untuk mengoperasikan penerbangan P-8 di atas Laut China Selatan.

China telah meningkatkan latihan militer tahun ini, sementara AS telah meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.

P-8 sudah dilengkapi dengan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik, telah memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut China Selatan setidaknya selama enam tahun.

Saat membawa sonobuoy dan rudal, pesawat ini dapat mendeteksi dan menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh. P-8 juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.

Selanjutnya: Ketegangan meningkat, AS kirim kembali USS Ronald Reagan ke Laut China Selatan




TERBARU

[X]
×