kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -21.000   -1,06%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

The Times: Inggris Batal Kirimkan Pasukan ke Ukraina


Sabtu, 26 April 2025 / 05:21 WIB
The Times: Inggris Batal Kirimkan Pasukan ke Ukraina
ILUSTRASI. Tentara Inggris bersiap untuk berangkat setelah berakhirnya operasi Marinir AS dan pasukan tempur Inggris di Helmand 27 Oktober 2014.


Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - LONDON. Pemerintah Inggris membatalkan rencana untuk mengirimkan pasukan militernya ke Ukraina jika terjadi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. Keputusan ini mengubah arah pendekatan koalisi Barat terhadap dukungan militer di kawasan konflik tersebut.

Menurut laporan The Times yang mengutip sumber anonim, risiko penempatan pasukan dinilai terlalu tinggi dan kekuatan yang tersedia tidak memadai untuk menjalankan misi tersebut. Padahal sebelumnya, Inggris dan Prancis menyatakan kesiapannya memimpin upaya pengiriman pasukan Eropa ke Ukraina sebagai bagian dari koalisi "negara-negara yang bersedia" jika gencatan senjata tercapai.

“Prancis menginginkan pendekatan yang lebih kuat,” tulis The Times, namun strategi saat ini mulai bergeser. Koalisi Barat kini lebih menekankan pada pengiriman instruktur militer ke bagian barat Ukraina untuk melatih pasukan lokal, ketimbang pengerahan langsung pasukan tempur ke wilayah konflik. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kehadiran tanpa menimbulkan eskalasi yang bisa memicu konfrontasi langsung dengan Rusia.

Baca Juga: Teguran Langka Trump Usai Serangan Besar-besaran Rusia Tewaskan 12 Orang di Kyiv

Meski begitu, laporan itu juga menyebut bahwa strategi koalisi yang direvisi tetap mencakup patroli udara oleh pesawat tempur negara-negara koalisi di wilayah udara Ukraina serta perlindungan maritim oleh Türkiye. Inggris dan Prancis pun mendesak agar aliran bantuan senjata Barat ke Ukraina terus berlanjut tanpa gangguan.

Seorang sumber diplomatik yang dikutip The Times mengatakan bahwa koalisi memang mengubah posisinya, namun ingin agar Rusia melanggar “garis merah” terlebih dahulu sebelum merespons lebih tegas.

Sementara itu, Reuters pada Jumat (26/4) melaporkan serangkaian proposal dari Amerika Serikat untuk mengakhiri konflik Ukraina, yang disampaikan oleh utusan Presiden AS Steve Witkoff kepada para pejabat Eropa dalam pertemuan di Paris. Proposal itu mencakup pembentukan kelompok negara penjamin keamanan Ukraina yang terdiri dari negara-negara Eropa dan non-Eropa yang bersedia terlibat.

Baca Juga: Trump: Lebih Sulit Berurusan dengan Ukraina Daripada Rusia

Namun, dalam usulan balasan dari pihak Ukraina dan beberapa negara Eropa yang juga dikutip Reuters, mereka menuntut agar tidak ada batasan terhadap kehadiran, persenjataan, dan operasi pasukan asing yang bersahabat di wilayah Ukraina.

Menanggapi wacana tersebut, Rusia memperingatkan konsekuensi serius. Dalam wawancara dengan kantor berita TASS, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Rusia Sergey Shoigu menegaskan bahwa kehadiran pasukan Barat di Ukraina berpotensi memicu konfrontasi langsung antara Moskow dan NATO—bahkan dapat memicu Perang Dunia Ketiga.

Shoigu, yang sebelumnya menjabat Menteri Pertahanan Rusia, juga menegaskan bahwa Moskow tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir jika merasa terancam oleh agresi militer, baik konvensional maupun bentuk lainnya.

Selanjutnya: Begini Posisi Tidur yang Tepat agar Asam Lambung Tidak Naik

Menarik Dibaca: Begini Posisi Tidur yang Tepat agar Asam Lambung Tidak Naik



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×