Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengklaim, negaranya telah menjadi produsen besar sehingga tidak lagi membutuhkan minyak dari Timur Tengah.
"Karena kami telah melakukannya dengan sangat baik dengan energi selama beberapa tahun terakhir (terima kasih, Tuan Presiden!), Kami adalah Net Eksportir Energi, dan sekarang Penghasil Energi Nomor Satu di Dunia. Kami tidak membutuhkan Minyak & Gas Timur Tengah, bahkan hanya ada sedikit kilang di sana, tetapi akan membantu Sekutu kami!" kicau Trump dalam akun Twitter-nya, Senin (16/9), seperti dikutip Reuters.
Kicauan Trump itu keluar setelah terjadi serangan terhadap fasilitas produksi minyak di Arab Saudi akhir pekan lalu, yang memangkas 5% pasokan emas hitam dunia.
Baca Juga: Trump: Saya tidak ingin perang dengan siapa pun, tapi kami lebih siap dari siapa pun
Benarkah klaim Trum tersebut? Data Pemerintah AS menceritakan kisah yang berbeda. Booming pengeboran yang digerakkan oleh teknologi yang dimulai lebih dari satu dekade lalu memang membuat Amerika Serikat sebagai produsen besar-besaran.
Tapi, impor minyak mentah dan produk-produk minyak bumi dari wilayah Teluk tahun lalu masih mengalir melimpah ke AS. "Pada umumnya, kami masih mengimpor sedikit dan tidak sepenuhnya kebal terhadap pasar dunia," kata Jean-François Seznec, senior fellow di Atlantic Council Global Energy Center, seperti dilansir Reuters.
Arab Saudi merupakan pengekspor minyak terbesar di dunia, mengirimkan sekitar 7 juta barel minyak mentah setiap hari ke seluruh dunia. AS memang memproduksi sekitar 12 juta barel per hari, tetapi mengonsumsi 20 juta barel sehari. Artinya, harus mengimpor sisanya.
Baca Juga: Trump: Kenaikan harga minyak bukan masalah
Sebagian besar kekurangan AS berasal dari Kanada. Sedang sebagian lagi dari Arab Saudi, Irak, dan negara-negara Teluk lainnya. Sebab, beberapa kilang AS "menyukai" minyak Timur Tengah.
Sebagai contoh, kilang AS terbesar, Motiva Enterprises LLC di Port Arthur, Texas. Setengah sahamnya milik perusahaan energi Arab Saudi, Saudi Aramco, dan disiapkan untuk menyerap minyak dari negeri petro dolar itu.
Kilang lain, terutama di California, terisolasi dari ladang minyak AS yang besar dan juga harus bergantung pada impor.
Ketidakcocokan antara apa yang kilang AS inginkan dan apa yang negeri uak Sam produksi berarti, bahwa pada 2018 Amerika Serikat mengimpor rata-rata 48 juta barel minyak mentah dan produk minyak bumi dari wilayah Teluk, menurut Badan Informasi Energi (EIA) AS.
Baca Juga: China: Jangan salahkan siapapun terkait serangan ke Arab tanpa investigasi
Angka tersebut turun sekitar sepertiga dari satu dekade lalu, ketika produksi minyak dan gas dalam negeri AS melonjak, tetapi kira-kira di tingkat yang sama pada 1995 dan 1996 silam.
Phillip Cornell, senior fellow lainnya di Atlantic Council Global Energy Center, yang biasa memberi nasihat kepada Saudi Aramco, menyebut tweet Trump sebagai "omong kosong". "Dia pria yang suka hiperbola," sebutnya.
Hanya, Sarah Emerson, President ESAI Energy LLC, mengatakan, pemadaman produksi Arab Saudi jika diperpanjang bisa memberikan peluang bagi produsen minyak mentah AS untuk memperluas pasar luar negeri mereka.